Akhir tahun 2015 kami isi dengan liburan yang sangat mengesankan. Tujuan wisata kami kali ini adalah beberapa lokasi dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Destinasi utama yang kami kunjungi pada saat itu adalah Toraja yang terkenal akan keindahan alam dan kekayaan budayanya. Selain Toraja, kami juga bersyukur dapat menambahkan Ramang-Ramang dan air terjun Parangloe dalam katalog lokasi wisata yang pernah kami kunjungi.
Liburan kali ini melibatkan 5 petualang yang tergabung dalam geng Sao-Sao 10 Kendari. Petualangan dimulai dengan keberangkatan kami menuju Makassar dari bandara Haluleo Kendari. Sesampai di Makassar kami melanjutkan perjalanan ke Toraja melalui jalur darat menggunakan mobil rental. Perjalanan kami dari bandara Hasanuddin Makassar ke Toraja dimulai pukul 19.30 WITA. Tidak banyak pemandangan yang bisa kami nikmati karena gelapnya malam.
Sesampai di kota Pare-Pare, kami rehat sebentar sambil minum kopi di tepi pantai sambil menunggu rombongan teman yang juga akan berlibur di Toraja.
Penghentian berikutnya adalah di Enrekang. Disana, kami nikmati minuman hangat di sebuah kedai sambil numpang buang air. Kedai tempat kami rehat ini sebenarnya menawarkan view indahnya Gunung Nona, namun karena kondisi gelap, maka yang dapat kami nikmati hanya gulita.
Tempat pertama yang kami tuju di Toraja adalah rumah nenek teman kami yang berlokasi di daerah Pango-Pango. Jalur menuju rumah yang kami tuju dini hari itu itu sangatlah menantang karena jalan yang kami lalui sangat sempit dengan sejumlah tanjakan dan tikungan tajam. Tidak hanya itu, karena jalan yang harus dilalui terkena longsor, kami harus berjalan kaki melewati kubangan lumpur pada dini hari yang dingin berselimut kabut tebal dengan jarak pandang tidak lebih dari 3 meter.
Suasana Pagi di Toraja |
Sesampai di rumah yang kami tuju, kami segerakan menunaikan sholat subuh untuk kemudian beristirahat di tengah dinginnya cuaca Toraja.
Saat pagi menjelang, kami bangun satu persatu dari tidur di tengah cuaca dingin. Dengan suguhan segelas teh dan roti selai kami menikmati suasana pagi di rumah panggung khas Toraja. Dalam kondisi terang, kami dapat melihat bahwa pemandangan di sekitar kami sangat indah. Kontur pegunungan yang cukup tinggi, hamparan sawah hijau membentang dan pepohonan rindang yang menyejukkan mata. Dalam suasana terang dapat pula kami lihat juga bahwa jalan yang seharusnya kami lalui terkena longsor dan tidak dapat dilalui kendaran roda empat. Karena kondisi tersebut, kami memutuskan untuk mencari hotel sebagai tempat menginap untuk malam selanjutnya.
Pukul 10 WITA kami menuju hotel Puri Artha yang terletak di Kota Makale kabupaten Tana Toraja. Sesampai di hotel kami mandi dan mencari sarapan untuk kemudian memulai petualangan hari itu.
Lokasi pertama yang kami tuju adalah Sangalla untuk mengikuti ritual Rambu Solo atau upacara pemakaman secara adat Toraja. Kebetulan pada saat kami sampai di lokasi, arak-arakan jenazah dan pengantar sudah mendekat, sehingga kami bisa melihat dari dekat iring-iringan tersebut. Tidak puas hanya melihat iring-iringan tersebut, kami menuju lokasi upacara untuk mengikuti ritual Rambu Solo dari dekat. Selain banyak pengunjung yang datang untuk menyaksikan ritual ini, banyak pula hewan baik babi maupun kerbau yang dipersembahkan untuk dimasak atau dibagikan dalam upacara tersebut.
Awal dari iring-iringan panjang |
Sebelum seluruh ritual Rambu Solo selesai, kami meninggalkan lokasi acara untuk menuju kawasan wisata religi Buntu Burake. Buntu Burake merupakan kawasan religi dengan daya tarik utama Patung Yesus yang berdiri kokoh di atas bukit dan menghadap Kota Makale. Mungkin pembuat patung ini terinspirasi dengan Patung Cristo O Redentor yang berada di Rio De Janeiro Brasil, karena konsep patung yang dibuat seakan menggambarkan bahwa Yesus melindungi warga Kota Makale.
Di sepanjang perjalanan ke Buntu Burake kami disuguhi oleh indahnya alam Toraja yang hijau dan subur dan kontur alam perbukitan yang menjadikan perjalanan ini semakin mengesankan.
Kawasan Religi Buntu Burake |
Kualitas jalan menuju lokasi Buntu Burake masih belum sepenuhnya mulus bahkan cenderung berbahaya karena licin apalagi setelah diguyur hujan. Karena alasan keamanan, kami memilih memarkirkan kendaraan agak jauh dari lokasi dan melanjutkan perjalanan ke patung tersebut dengan berjalan kaki. Kami berhenti di di salah satu ujung bukit dibawah patung karena pemandangan yang ditawarkan sangat memukau. Kota Makale yang dikelilingi bukit dapat kita nikmati dengan puas dari titik ini.
Pemandangan Kota Makale dari Buntu Burake |
Puas kami menikmati indahnya panorama Buntu Burake, kami turun gunung untuk kembali ke lokasi Upacara Rambu Solo karena kami mendengar kabar jika masih ada atraksi adu kerbau atau disebut Tedong Silaga. Dan benar, sesampai kami di areal persawahan dekat lokasi upacara rambu solo, ramai warga menyoraki kerbau yang sedang diadu. Adu kerbau yang kami saksikan cukup seru namun tidak seperti bayangan kami yang mengira bahwa kerbau tersebut akan bertarung sampai mati. Dalam tedong silaga ini seekor kerbau dianggap kalah apabila melarikan diri dari lawan tandingnya.
Tedong Silaga |
Setelah adu kerbau selesai, kami kembali ke Kota Makale untuk mencari tempat makan dan menuju hotel tempat kami menginap untuk istirahat. Karena tidak banyak tempat makan yang menyediakan makanan halal, terpaksa kami makan di warung muslim yang menu dan rasanya kurang pas menurut kami. Seusai makan, kami kembali ke hotel untuk membersihkan badan dan beristirahat. Pada saat itu waktu menunjukkan pukul 08.00 WITA.
Pukul 10.30 WITA sebagian dari kami bersiap untuk meramaikan acara pergantian tahun di Kota Makale yang terpusat di Kolam Monumen Perjuangan Toraja Lakipadada. Walaupun sebelumnya diguyur hujan, tetapi tidak menyurutkan animo warga Kota Makale untuk berkumpul bersama menyaksikan detik-detik pergantian tahun sambil menikmati atraksi kembang api yang saling bersahutan. Atraksi kembang api di Makale sangat seru karena kembang api diarahkan ke patung yang berdiri tegak di tengah kolam dan pengunjung relatif aman dari ledakan kembang api.
Pesta kembang api menyambut tahun baru di Kota Makale |
Lokasi yang kami pilih malam itu adalah di tangga naik Gereja Sion di samping gedung DPRD Kabupaten Tana Toraja. Dari lokasi tersebut kami dapat menikmati atraksi kembang api dengan leluasa. Puas kami menikmati pesta kembang api, kami segera kembali ke hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan petualangan esok hari.
Pagi hari tanggal 1 Januari 2016 kami menyegerakan sarapan untuk segera menuju lokasi tujuan pertama hari itu, Batutumongga. Lokasi yang akan kami tuju ini masuk dalam wilayah Toraja Utara dengan ibukotanya Rantepao. Kawasan Batutumongga menawarkan indahnya pemandangan alam dan sejuknya udara pegunungan. Hamparan sawah yang hijau bersusun rapi memanjakan mata kami di sepanjang jalan yang kami lalui. Di beberapa titik kami juga melihat banyak batu besar yang dijadikan tempat pemakaman dengan cara melubangi batu dan memasukkan jenazah kedalam batu tersebut.
Lokomata |
Kualitas jalan menuju kawasan Batutumongga lumayan bagus dan mulus walau sempit, berkelok-kelok dan banyak blind spot yang mengharuskan driver untuk selalu waspada dalam berkendara.
Lokasi pertama yang kami tuju di kawasan Batutumongga adalah Lokomata, lokasi pemakaman yang berada di sebuah batu yang berukuran sangat besar dan berisi banyak jenazah. Di lokasi ini juga terdapat banyak bangunan adat yang menambah uniknya kawasan pemakaman ini. Kabut yang turun menjadikan pemandangan menjadi lebih indah disamping cuacanya yang sangat sejuk. Selain pemandangan kuburan batu yang sangat besar, kita juga bisa menikmati pemandangan lembah kaki gunung Sesean dengan hamparan sawah menghijau yang memanjakan mata kita. Kita juga bisa mendaki kuburan batu tersebut untuk mendapatkan view lembah yang lebih luas serta melihat dari dekat kuburan batu Lokomata.
Menyentuh awan |
Setelah puas menikmati pemandangan dan mengambil foto di Lokomata, kami rehat disebuah bungalow. Di bungalow ini terdapat art galery yang menyediakan kerajinan dan barang seni khas Toraja. Selain itu di bungalow ini juga terdapat café dengan view yang sangat indah. Dari café ini kita bisa menikmati pemandangan lembah di kaki gunung Sesean yang penuh dengan hamparan sawah. Namun sayang, kami datang ke Batutumonga pada saat mulai musim tanam, sehingga kami tidak bisa menikmati rimbunnya pemandangan sawah menguning sejauh mata memandang. Namun demikian, hal itu tidak mengurangi kekaguman kami pada keindahan Batutumonga.
Sesi diskusi dengan Ari Wibowo |
Setelah berfoto bersama dengan background lembah Batutumonga dan view kota Rantepao dari kejauhan, kami melanjutkan perjalanan ke arah kota Rantepao. Di kota ini kami singgah untuk makan siang bersama di restoran yang terkenal dengan ayam penyetnya. Puas mengisi perut dengan makan siang, kami berencana menuju ke Ketekesu, salah satu obyek wisata paling populer di Toraja. Karena bertepatan dengan hari libur dan banyak warga Toraja yang mudik, lokasi menuju Ketekesu macet parah. Selain karena kondisinya yang sempit, jalan disekitar lokasi wisata ini tidak bisa dilalui dengan lancar karena banyak mobil yang diparkir di pinggir jalan. Karena kondisi demikian, kami memutuskan untuk memarkir kendaraan agak jauh dari lokasi dengan pertimbangan agar tidak terjebak kemacetan pada saat pulang nantinya.
No caption |
kul-noy-don-tri-chon |
Disepanjang jalan setapak ke arah bukit, kita bisa belanja kerajinan lokal Toraja, mulai dari kaos, kain, patung hingga miniatur tongkonan dan kerbau. Sesampai di bukit ini kita akan disuguhi pemandangan pemakaman khas Toraja, yakni dengan menempatkan jenazah di dalam peti untuk kemudian ditempatkan di lokasi yang sulit dijangkau. Di lokasi ini kita akan menemui banyak tulang dan juga patung jenazah tersebar di sepanjang jalan menuju bukit.
Perjalanan di bukit Ketekesu berujung pada gua yang gelap dan menjadi lokasi pemakaman bagi warga sekitar. Bagi wisatawan yang punya nyali lebih, mereka dapat merasakan nuansa mistis dengan memasuki gua yang gelap dan trek yang menantang untuk dapat melihat makam di dalam gua.
Seusai foto di dalam gua, kami bergegas keluar dari gua untuk kemudian melanjutkan sesi foto-foto di areal tongkonan Ketekesu. Setelah puas sesi narsis bersama, kami kembali ke mobil untuk melanjutkan perjalanan ke lokasi wisata berikutnya.
Sisi lain dari Ketekesu |
Perkiraan kami tentang parkir mobil meleset, karena walaupun diparkir di tempat yang cukup jauh, mobil kami masih terjebak macet. Dan setelah menunggu lumayan lama, kami akhirnya memutuskan untuk melewati jalan alternatif berdasarkan panduan google map. Berdasarkan arahan dari turunannya mbah google tersebut, kami mendapatkan jalan alternatif yang ujungnya dekat dengan lokasi yang akan kami tuju berikutnya, yakni Londa. Namun karena hujan yang turun deras membatalkan niatan kami ke Londa, karena kami melihat mobil di depan kami terperosok dan terjebak di jalanan yang berlumpur bercampur pasir. Demi mengutamakan keselamatan, kami putar balik untuk menuju ke arah makassar.
Bye Toraja |
Perjalanan pun kami lanjutkan dengan rute Makale-Makassar. Di gerbang perbatasan Toraja, kami sempatkan untuk foto bersama terlebih dahulu. Saat kami meninggalkan wilayah Toraja, cahaya sang bayu perlahan meredup untuk bersilih peran dengan sang malam. Bertepatan pula saat itu hujan gerimis mulai turun.
Selanjutnya, perjalanan yang memacu adrenalin dimulai karena hujan turun dengan derasnya. Saking derasnya hujan, jarak pandang menjadi sangat terbatas. Beberapa kali kami harus melaju pelan bahkan berhenti karena jalan yang kami lalui tidak terlihat dengan jelas. Syukur kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, kami akhirnya dapat sampai di Makassar dengan selamat sekitar pukul 3 dini hari dan segera beristirahat di sebuah hotel di kawasan Panakukang.
Pagi hari sabtu tanggal 2 Januari 2016 kami awali dengan sarapan di lobby hotel sambil memastikan rencana hari itu. Tujuan pertama kami adalah kawasan Ramang-Ramang di Kabupaten Maros. Kawasan ini terkenal dengan bukit karst dan rawa-rawanya. Setelah sempat nyasar lumayan jauh, kami akhirnya sampai di kawasan wisata yang sudah mulai populer tersebut.
Setelah memarkir kendaraan, kami menggunakan kapal kayu untuk memasuki kawasan ramang-ramang. Di sepanjang jalur kapal kayu kita dapat menyaksikan megahnya bukit-bukit karst yang tinggi menjulang.
Setelah melewati beberapa gua, tibalah kami di lokasi utama kawasan wisata ramang-ramang. Tidak cukup hanya di satu titik, kami juga mengeksplore beberapa titik yang menarik untuk diabadikan dalam memori kamera kami.
Ramang-Ramang |
Saatnya beraksi |
Tujuan kami berikutnya adalah dataran tinggi Malino. Air terjun Takapalla dan kebun teh Malino sudah masuk dalam susunan rencana kami hari itu. Namun dalam perjalanan, tujuan kami beralih ke air terjun Parangloe. Perubahan tujuan ini antara lain disebabkan oleh jauhnya lokasi Malino dan banyaknya waktu yang terbuang untuk mencari jalan alternatif menuju Malino.
Menikmati indahnya alam |
Pose di sela perjalanan |
Sayangnya, kami tidak dapat berlama-lama di lokasi air terjun ini. Karena kami datang sudah sore, maka kami harus memperhitungkan waktu tempuh kembali ke lokasi parkir mobil. Saat berjalan kembali menyusuri hutan, hujan turun cukup deras. Karena keterbatasan jumlah payung, terpaksa sebagian dari kami harus berbasah-basahan terkena guyuran air hujan. What a day.. hujan justru menambah keseruan journey kami.
Agenda kami berikutnya adalah kembali ke kota Makassar. Sebelum sampai hotel, kami sempatkan untuk makan malam di sebuah restoran steak di kawasan Panakukang. Seusai menikmati makan malam, kami balik ke hotel untuk beristirahat. Malam itu tidak ada agenda lagi, karena badan kami sudah terlalu lelah untuk menambah lokasi tujuan.
Keesokan harinya, setelah berkunjung ke rumah kolega di kota Sungguminasa dan berbelanja untuk oleh-oleh, kami mengembalikan mobil rental ke pemiliknya. Baiknya rental ini adalah, kita diantarkan ke bandara for free, jadi kita tidak perlu pusing mencari moda transportasi untuk menuju bandara.
Sesampai di bandara, salah satu member the journey berpisah dengan rombongan utama karena dia akan melanjutkan perjalanan ke tujuan yang berbeda. Sedangkan empat orang dari kami melanjutkan penerbangan kembali ke Kendari. Tiba di Kendari, kami menuju ke tempat tinggal kami masing-masing.
Di sisi jalan, entah dimana tepatnya |
Menurut saya pribadi, Tana Toraja merupakan lokasi wisata yang sangat layak untuk dikunjungi. Kita bisa mendapatkan wisata alam yang menakjubkan dan wisata kultural yang unik sekaligus. Saran saya, sebaiknya luangkan waktu yang cukup lama untuk menikmati Tana Toraja, karena lokasi yang lumayan jauh dan biaya yang lumayan besar mungkin menjadikan lokasi ini tidak bisa anda kunjungi setiap tahun. Oleh karena itu, silakan menikmati Tana Toraja sampai puas sebelum balik dari sana.