Selasa, 09 November 2021

Memori Dua Minggu di Jakarta Tahun 2008: Adu Nasib Tanpa Persiapan

Ada satu episode dalam hidup saya yang akan selalu saya kenang. Episode ini adalah ketika saya berkelana ke Jakarta selama dua minggu dengan harapan mendapatkan pekerjaan demi masa depan namun berujung dengan kegagalan.

Jakarta, Maret 2008

Episode ini tepatnya berlangsung pada Maret 2008. Saat itu saya sedang dalam kondisi galau karena sejak lulus kuliah pada awal tahun 2006 saya masih belum mendapatkan pekerjaan mapan. Hampir setiap saat saya hanya bisa berangan-angan kapan saya bisa mendapatkan penghasilan sendiri dan membeli barang-barang yang saya inginkan. Yang menjadikan saya semakin bertekad untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik adalah teman-teman kuliah yang sudah mendapatkan pekerjaan. Ada yang menjadi asisten dosen, menjadi PNS dan pekerjaan lain yang menurut saya bonafid.

Kondisi demikian membuat saya bertekad untuk mengadu nasib ke Jakarta. Modal utama saya waktu itu adalah kenekatan. Saya tidak mempunya gambaran dan rencana jelas tentang apa yang akan saya lakukan di Jakarta atau bagaimana mewujudkan cita-cita saya untuk mendapatkan pekerjaan. Saya hanya mengandalkan teman dan family yang ada di Jakarta.

Keluarga terutama Ibu menentang kenginan saya untuk pergi ke Jakarta. Saya dianggap belum siap untuk pergi merantau ke Jakarta serta belum jelas apa yang mau saya kerjakan di Jakarta. Meski demikian saya tetap nekat berangkat.

Saya berangkat ke Jakarta menggunakan Kereta Api Matarmaja dari Stasiun Malang Kota dengan tiket sebesar Rp55.000. Jika dibandingkan dengan saat ini, perjalanan menggunakan kereta api Matarmaja saat itu sungguh tidak nyaman. Jumlah penumpang melebihi kapasitas, banyak penjual asongan, peminta-minta, dan pengamen yang lalu lalang. Kereta Matarmaja sebagai KA ekonomi bersubsidi tidak dilengkapi dengan AC. Walaupun ada kipas angin, namun hanya spot-spot tertentu yang bisa merasakannya. Bisa dibayangkan betapa gerahnya suasana perjalanan menggunkan kereta api saat itu. Dalam kondisi yang sangat gerah tersebut, sejak naik hingga turun kereta, saya tidak pernah melepas jaket saya. Saya tidak mau ambil resiko kecopetan karena saya menyimpan tas kecil berisi dompet, HP dan dokumen penting di balik jaket saya. Lebih baik saya kegerahan sepanjang jalan dari pada kehilangan barang-barang tersebut.

Perjalanan dengan KA Matarmaja saat itu menghabiskan waktu selama 22 Jam, tepatnya pukul 12.00 siang berangkat dari Malang dan tiba di stasiun Pasar Senen Jakarta pukul 10.00 pagi di hari berikutnya. Durasi yang sangat lama itu di antaranya disebabkan oleh durasi berhenti di stasiun-stasiun yang molor. Seringkali kereta berhenti lebih dari 15 menit untuk menyaksikan kereta-kereta eksekutif bersimpangan atau melewati kereta Matarmaja. Pertunjukan kesenjangan yang nyata.

Di Jakarta saya dijemput oleh family, Afif, untuk kemudian lanjut menuju ke kosannya di daerah  Cempaka Mas. Di Kosannya yang berukuran sempit saya numpang istirahat untuk beberapa hari. Tidak ada kegiatan khusus selama saya numpang di sini. Sekali waktu saya di ajak ke Mall ITC Cempaka. Mall yang menurut saya waktu itu sangat-sangat besar.

"Mosok Gedung Sakmene Akehe Ganok Sing Gelem Nerimo Awakmu"

Beberapa hari kemudian saya ganti numpang di kosan teman kuliah saya yang berada di daerah JIEP Pulogadung, Dodie. Di tempat ini saya numpang cukup lama. Walaupun kosannya panas dan gerah, di kosan ini ada playstation dan berbagai macam judul film vcd bajakan. Lumayan, ada banyak hiburan agar saya tidak suntuk. Karena jam kerjanya terbagi dalam shift, pada siang hari saya sering di ajak keliling Jakarta. Yang masih saya ingat adalah ketika Dodie membawa saya ke Mall Ambassador. Di mall ini saya diajak makan di Resto Hoka-Hoka Bento. Ada satu momen dimana Dodie menenunjuk ke arah gedung-gedung tinggi sambal berkata “mosok gedung sak mene akehe ganok sing gelem nerimo awakmu” yang artinya “masak dari sekian banyak gedung, tidak ada yang mau menerima kamu kerja”. Perkataan singkat yang melecut semangat saya untuk tidak patah semangat dalam menghadapi masa depan. Saya tidak tahu bagaimana caranya namun saya yakin pada saatnya saya akan bisa menjadi sukses.

Wahana Kicir-Kicir di Dufan

Selain ngemall bareng, Dodie juga mengajak ke Dufan. Kami berangkat mulai pagi hari pada weekday agar puas bermain-main di Dufan. Karena sepi, antrian jadi tidak banyak dan kami bisa bolak-balik menjajal wahana yang kami suka. Mulai halilintar, kora-kora, kicir-kicir dan wahana-wahana lain yang menguji adrenalin. Satu wahana yang ternyata sangat bermanfaat saat cuaca sedang panas adalah istana boneka. Di sini saya bisa numpang mendinginkan badan dan beristirahat sejenak di atas perahu kecil yang melaju pelan.

Ngadem di Istana Boneka Dufan

Selain numpang di kosan Dodie, saya juga merepotkan teman kuliah yang lain, Rizqi. Rizqi saat itu sudah bekerja sebagai PNS di Kementerian PU dan tinggal di Kosan dekat kantor pusat Kementerian PU di daerah Blok M. Karena Dodie sedang sibuk terpaksa saya berangkat sendiri menggunakan Busway menuju kosan Rizqi. Rizqi akan menjemput di Masjid AlAzhar, namun karena HP saya mati karena kehabisan daya, terpaksa saya muter-muter dulu cari tempat numpang nge-charge. Untungnya saya akhirnya bisa numpang nge-charge bentar di sebuah konter pulsa dan kemudian menghubungi Rizqi agar menjemput saya. Saya hanya menginap selama semalam di kosan Rizqi karena dia harus keluar kota. Sebelum pamitan Rizqi sempat memberi uang jajan Rp50.000. Mayan bisa buat jajan atau menyambung hidup.

Dari kosan Rizqi, saya kembali ke kosan Afif. Di sini, Saya sempat membuat surat lamaran ke salah satu Hotel yang membuka lowongan kerja. Surat lamaran yang tidak pernah mendapatkan balasan walaupun penolakan.

Di Jakarta saya juga sempat maen ke rumah Wulan di Rawamangun, rekan kuliah di FH UB bersama Rizqi, Dodie,dan Afif. Di sini kami bernostalgia serta makan-makan bersama. Terus terang pada saat itu saya merasa minder karena hanya saya yang belum mendapatkan pekerjaan jelas.

Wulan dan Rizqi

Setelah beberapa hari lagi numpang, Ibu di rumah menelepon agar saya pulang ke Malang. Beliau tidak tega saya klontang-klantung tidak jelas di Jakarta. Saya pun jadi bimbang dan sudah tidak bersemangat untuk lebih lama berada di Jakarta. 



Pemandangan Stasiun Gambir di Tahun 2008

Tepat dua minggu berkelana di Jakarta saya ikut Afif ke Cirebon untuk mengunjungi kakaknya. Dua malam saya menginap di Cirebon untuk kemudian pulang ke Malang menggunakan bus antar kota. Alhamdulillah keesokan harinya saya tiba di Malang dengan selamat dan dengan perasaan kalah, karena merasa cepat sekali menyerah sebelum berjuang dengan sepenuh tenaga. 

Sempat Mampir di Cirebon Sebelum Balik ke Malang

Sebagai manusia yang mempunyai sifat kompetisi, kita harus berjuang dan berusaha menggapai kesuksesan. Kita dibekali modal kekuatan dan kemampuan untuk bisa meningkatkan taraf hidup kita. Yang berbeda mungkin dari masing-masing kita ada lah kemauan untuk mencari peluang, memanfaatkannya dan mewujudkannya.

Yang juga menjadi pelajaran adalah pentingnya menyiapkan diri baik kondisi fisik, mental maupun kemampuan sebelum “bertempur” di sebuah arena kehidupan. Pengalaman saya saat pertamakali mengadu nasib ke Jakarta, saya tidak mempunyai bekal yang cukup selain gelar S.H. di belakang nama saya. Kemampuan berupa soft skill, jaringan, komunikasi dan persiapan mental saya saat itu masih sangat kurang. Bisa dimaklumi jika pada saat itu saya tidak mendapatkan apa yang saya mimpikan.

Pengalaman selama dua minggu mengadu nasib di Jakarta menyadarkan saya bahwa tidak semua orang akan sukses pada percobaan pertamanya. Ada yang berulang kali baru bisa menaklukkan kerasnya kehidupan ibu kota. Ada lagi yang gagal dan tidak pernah mencoba lagi. Ukuran kesuksesan tiap orang yang menggantungkan nasib di ibukota memanglah variatif, namun demikian saya merasa beruntung karena saat ini saya bisa berkarier dan mencicipi sedikit kenyamanan yang disediakan di kota ini.

 

Palembang, Kota Yang Mengesankan

Musim penerimaan CPNS tahun anggaran 2021 membawa banyak berkah bagi saya. Dalam rangka proses rekrutmen tersebut, saya berkesem...