Peristiwa kecelakaan pesawat Udara Lion Air JT 610
di Tanjung Karawangmerupakan kecelakaan tragis yang merengut banyak korban
jiwa. Diantara para penumpang yang menjadi korban dalam kecelakaan tersebut
adalah berstatus PNS. Sebagian besar PNS yang menaiki pesawat udara tersebut
berencana untuk mengikuti upacara di instansinya masing-masing, karena pada
hari itu bertepatan dengan pelaksanaan upacara Sumpah Pemuda.
Sebagai salah satu bentuk penghargaan atas jasa dan
pengabdian, Pemerintah Indonesia telah mengatur tentang hak-hak yang
diperoleh PNS yang meninggal dalam pelaksanaan tugasnya. Tulisan berikut
membahas tentang kenaikan pangkat anumerta, mulai dari dasar hukum,
pengertian, prosedur dan hak-hak yang akan diterima.
Sumber Peraturan:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 Pensiun Pegawai
dan Pensiun Janda/Duda Pegawai.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015
tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur
Sipil Negara.
3. Keputusan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2000 Tentang
Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002. Sebagai informasi: PP Nomor 99 Tahun
2000 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sesuai PP Nomor 11 Tahun
2017, namun ketentuan pelaksanaan dari PP Nomor 99 Tahun 2000 tetap berlaku
sepanjang belum diubah atau bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
4. Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pedoman Kriteria Penetapan
Kecelakaan kerja, Cacat, dan Penyakit Akibat Kerja Serta Kriteria Penetapan
Tewas Bagi Aparatur Sipil Negara.
Pengertian Kenaikan Pangkat
Anumerta
Ø Salah
satu jenis kenaikan pangkat selain kenaikan pangkat reguler, pilihan, dan
pengabdian.
Ø Pemberian
Kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi yang diberikan kepada PNS yang
dinyatakan tewas.
Ø Pengertian
tewas adalah
1.
Meninggal dunia dalam dan karena menjalankan
tugas kewajibannya.
2.
Meninggal
dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga
kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan
tugas kewajibannya.
3. Meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh
luka atau cacat jasmani atau cacat rohani yang didapat dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya.
4. Meninggal dunia karena perbuatan anasir yang
tidak bertanggungjawab ataupun sebagai akibat tindakan anasir itu.
Ø Pemberian kenaikan pangkat anumerta
ditetapkan berlaku mulai tanggal, bulan dan tahun Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tewas.
Kriteria Penetapan Tewas
Sesuai dengan Peraturan Kepala BKN Nomor 5 Tahun 2016, dalam Lampiran II tentang Kriteria Tewas, salah satu kriteria PNS
dinyatakan tewas adalah PNS yang meninggal dunia dalam keadaan yang ada hubungannya
dengan dinas, sehingga kematiannya disamakan dengan meninggal dunia dalam
menjalankan tugas kewajibannya. Lebih lanjut, Lampiran Peraturan Kepala BKN
Nomor 5 Tahun 2016 mengatur bahwa Pegawai ASN yang dapat dinyatakan meninggal
dunia dalam keadaan yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematiannya
disamakan dengan meninggal dunia dalam menjalankan tugas kewajibannya,
apabila meninggal dunianya baik langsung atau tidak langsung sebagai akibat
dari kecelakaan yang bukan karena kesalahannya pada saat perjalanan berangkat
menuju tempat tugas atau pulang dari tempat tugas.
Lampiran Peraturan Kepala BKN di atas juga memuat
ilustrasi dimana PNS yang meninggal karena kecelakaan yang bukan karena
kesalahannya pada saat berangkat menuju kantornya masuk dalam kriteria tewas.
Prosedur:
1. Pimpinan unit
kerja di tempat pegawai asn yang meninggal dunia mengusulkan penetapan tewas
kepada ppk melalui kepala biro kepegawaian kepala badan kepegawaian daerah.
2. Berdasarkan usulan
tersebut, PPK memeriksa syarat-syarat penetapan tewas sebagaimana ditentukan
dalam Peraturan BKN Nomor 5 Tahun 2016;
3. Sebelum menetapkan
tewas, PPK berkoordinasi secara tertulis dengan Kepala BKN dengan melampirkan
syarat-syarat yang telah ditentukan;
4. Berdasarkan kordinasi
tertulis tersebut, Kepala BKN melakukan verifikasi dan validasi terhadap
syarat-syarat yang ditentukan;
5. Hasil verifikasi
dan validasi tersebut menjadi dasar bagi PPK untuk menetapkan atau tidak
menetapkan tewas sesuai dengan hasil hasil verifikasi dan validasi dari Kepala
BKN;
Kelengkapan Dokumen Pengajuan Kenaikan Pangkat Anumerta:
1. Surat
Pengantar / Usulan dari Instansi;
2. Salinan/foto
copy sah SK CPNS;
3. Salinan/foto copy sah keputusan
dalam pangkat dan atau
golongan ruang terakhir;
4. Berita acara dari pejabat
yang berwajib tentang kejadian yang mengakibatkan yang bersangkutan meninggal
dunia;
5. Visum et repertum dari
dokter;
6. Salinan/foto copy sah surat
perintah penugasan, atau surat keterangan yang menerangkan bahwa calon
Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil tersebut meninggal dunia dalam
rangka menjalankan tugas kedinasan;
7. Laporan dari pimpinan unit
kerja serendah-rendahnya eselon III kepada pejabat pembina kepegawaian yang
bersangkutan tentang peristiwa yang mengakibatkan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan tewas;
8. Salinan/foto
copy sah keputusan sementara kenaikan pangkat anumerta; dan
9. Bahan Kelengkapan ususl pemberian pensiun
janda/duda: Daftar Susunan Keluarga, Surat/Akta Nikah, Surat Keterangan
Kejandaan/Kedudaan, Akta Kelahiran Anak, dan pas foto ahli waris.
Hak Yang Diterima PNS yang
Dinyatakan Tewas:
1. Kenaikan pangkat setingkat lebih
tinggi (Keputusan Kepala BKN Nomor 12 Tahun
2002);
2. Pasangan (Janda/Duda) mendapatkan
pensiu n sebesar 72%
dari dasar pensiun; Jika PNS yang tewas tidak mempunyai pasangan
(janda/duda) maka pensiunnya diberikan kepada anaknya, dengan syarat anaknya
belum berusia 25 tahun, tidak mempunyai penghasilan sendiri dan belum atau
belum pernah menikah; Jika PNS yang tewas tidak mempunyai pasangan
(janda/duda) dan anak, maka pension diberikan kepada orang tuanya sebesar 20%
dari pensiun janda/duda sebagaimana dimaksud poin 2 (20%
dari 72%) (Pasal 17, 18 dan 20 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 1969).
3. Santunan
Kematian Kerja sebesar 60% (enam puluh persen) dikali 80 (delapan puluh) Gaji
terakhir yang dibayarkan 1 (satu) kali (Pasal 15 PP Nomor 70 Tahun 2015).
4. Uang
Duka Tewas sebesar enam kali gaji terakhir yang dibayarkan sekali (Pasal 16
PP Nomor 70 Tahun 2015).
5. Biaya
Pemakaman sebesar Rp10.000.000,- yang dibayarkan satu kali (Lampiran II Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2016);
6. Bantuan
beasiswa untuk anak PNS yang dinyatakan tewas (Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 5 Tahun 2016).
Komentar:
Salah satu pengertian tewas menurut peraturan
di atas berbunyi “Meninggal
dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga
kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan
tugas kewajibannya”. Merujuk pada bunyi ketentuan tersebut, maka PNS
yang meninggal karena kecelakaan pada saat menuju ke kantornya untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai Aparatur Sipil Negara masuk dalam kategori
tewas. Hal ini dikarenakan perjalanan yang dilakukannya ada hubungannya
dengan dinasnya. Hal ini
diperkuat dengan kriteria tewas dalam Lampiran II Huruf B angka 2 Peraturan
Kepala BKN Nomor 5 Tahun 2016.
Dengan mengambil kesimpulan di atas, maka PNS BPK
yang meninggal dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 masuk dalam kategori
tewas. Adapun alasan penguat dari argumen ini adalah:
1. PNS BPK tersebut merupakan PNS
yang ditempatkan di Perwakilan Provinsi Bangka dan Belitung sesuai dengan
Keputusan Sekretaris Jenderal BPK selaku PPK.
2. Sebagai bukti bahwa PNS BPK
tersebut telah menjalankan kewajibannya, pimpinan unit perwakilan BPK
setempat telah membuatkan Surat Perintah Melaksanakan Tugas.
3. Keberangkatan para PNS BPK
tersebut dilaksanakan pada hari Senin pagi agar bisa melaksanakan absen pagi
sesuai ketentuan organisasi, dengan kata lain para PNS BPK tersebut sedang
menuju ke tempat tugasnya.
4. Kecelakaan
yang menimpa para PNS BPK dalam penerbangan tersebut bukan karena kesalahan atau
kesengajaan para PNS BPK tersebut.
|