Minggu, 08 Desember 2013

nyantri

menjadi seorang santri merupakan salah satu keinginanku sejak kecil. hal ini salah satunya dipengaruhi oleh kenyataan bahwa semua anggota keluargaku adalah alumni pesantren. selain itu menuntut ilmu dipesantren merupakan salah satu cara untuk memperdalam ilmu agama yang bisa bermanfaat nantinya.
seiring dengan keberhasilanku memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di universitas brawijaya, terwujud pula keinginan masa kecil untuk dapat menuntut ilmu agama di pesantren. pada awalnya, alasan mondok di pesantren adalah untuk mencari kosan murah dikarenakan faktor ekonomi. beberapa waktu kemudian baru aku sadari bahwa yang aku dapatkan lebih dari sekedar tempat beristirahat dengan biaya murah. disana ilmu dan hikmah ditaburkan dengan begitu melimpah kepada siapa saja yang mau memperolehnya. pelajaran agama yang diberikan mulai dari fikih, aqidah, tasawuf, balaghoh hingga tafsir. selain itu kedisiplinan dalam beribadah dan bersosialisasi dalam lingkungan pesantren juga diajarkan secara ketat. setiap santri diajarkan untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang santri sekaligus penuntut ilmu. pesantren yang aku maksud adalah yayasan pembina jiwa taqwallah miftahul huda gading pesantren di kota malang.

menuntut ilmu umum di universitas terkemuka seiring dengan menuntut ilmu agama di lembaga yang tepat, merupakan suatu anugerah luar biasa bagiku. saat-saat itu merupakan saat-saat terbaik, meskipun dituntut untuk berkonsentrasi di dua bidang keilmuan yang berbeda dan bahkan pada banyak hal bertentangan. diantara banyak pelajaran yang bisa diambil dari masa-masa di pesantren adalah rasa berbagi. mulai berbagi ilmu, cerita,  alas tidur, berbagi makanan, dan berbagi tempat dalam berbagai kesempatan. 

selain itu, setiap santri diajarkan untuk bertanggungjawab atas kewajiban sebagai seorang santri. apabila ada ketentuan yang dilanggar, maka santri harus menerima sanksi yang telah ditetapkan. salah satu sanksi yang pernah aku dapatkan adalah membersihkan toilet santri dan membawa gerobak sampah dari pesantren ke tempat pembuangan sementara. sanksi tersebut aku dapatkan karena aku pulang melebihi batas waktu yang ditetapkan. selain itu, bentuk sanksi lain yang pernah aku jalani adalah membaca beberapa juz quran karena tidak mengikuti pelajaran diniyah melebihi ketentuan ijin yang ditetapkan.
 

banyak kisah suka dan duka yang terjadi semasa di pesantren. kisah sedih paling utama dan klasik adalah kisah tentang habisnya uang kiriman dari orang tua. selain kisah itu, relatif tidak banyak kisah sedih yang perlu ditorehkan dalam blog ini, karena setiap hari penuh dengan taburan ilmu dan doa dari para masyayikh yang setia menuntun para santrinya agar menjadi orang yang mengerti dan memahami serta mengamalkan ilmu agama. semoga gading pesantren tetap dapat bertahan membentengi para santri khususnya dan masyarakat pada umumnya dari pengaruh negatif modernisasi dan globalisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Palembang, Kota Yang Mengesankan

Musim penerimaan CPNS tahun anggaran 2021 membawa banyak berkah bagi saya. Dalam rangka proses rekrutmen tersebut, saya berkesem...