Sabtu, 27 Juli 2019

Merasakan Kesakralan Makam Imogiri dan Cerita Tentang Sebuah Pengkhianatan

Makam Raja-Raja Imogiri merupakan salah satu tempat bersejarah yang sudah lama sekali ingin saya kunjungi. Di tempat ini bersemayam jenazah raja-raja yang pernah berkuasa di wilayah Mataram. Kompleks pemakaman Imogiri terbagi menjadi tiga areal. Pertama Astana Kasultan Agung. Di areal ini terdapat makam Sultan Agung selaku pendiri Kesultanan Mataram. Areal berikutnya adalah wilayah makam raja-raja Surakarta yang merupakan tempat peristirahatan terakhir khusus penguasa kesultanan Surakarta. Yang ketiga adalah areal makam raja-raja Ngayogyakarta yang merupakan kompleks makam raja-raja yang menjadi penguasa Kesultanan Yogyakarta. 
Gapura Supit Urang
Saya mengunjungi Kompleks pemakaman Imogiri pada hari Sabtu dimana pada hari tersebut kompleks pemakaman sedang tutup dan tidak melayani pengunjung. Namun demikian pengunjung masih bisa memasuki areal luar pemakaman dan beristirahat di beberapa pendopo yang tersedia. Pengunjung yang hadir itupun ada yang membacakan doa-doa di pendopo luar bangunan utama.
Sebelum ke areal makam, pengunjung harus menaiki anak tangga yang jumlahnya ratusan. Dibutuhkan kekuatan fisik ekstra untuk menaikinya. Namun bagi yang ingin segera sampai atau tidak terlalu kuat fisiknya, dapat menggunakan jasa ojek untuk bisa segera sampai ke bagian utama kompleks makam. 
Undakan Menuju Areal Kompleks Makam Imogiri
Hari itu cuaca di makam Imogiri lumayan panas. Namun udara cukup sejuk karena banyak pepohonan yang merindangi. Kesan saya, Areal Pemakaman Imogiri cukup terawat dan bersih. Ada banyak tempat sampah yang disediakan sehingga pengunjung dapat memanfaatkannya agar kebersihan tetap terjaga. Selain itu, banyak juga petugas yang merawat dan membersihkan kompleks makam. Di beberapa titik, terlihat ada bangunan atau pintu yang baru dicat. 
Asri dan Menenangkan


Pendopo di Makam Imogiri
Di Makam Imogiri ini ada banyak gapura dan makam serta pendopo yang dibangun. Bangunan-bangunan tersebut kental bernuansa Jawa yang terlihat dari susunan bata dan bentuk atapnya. Walaupun tidak sama persis di antara masing-masing bangunan namun ada kesamaan secara umum yakni kontur bangunan tersebut terlihat kokoh. Selain areal pemakaman, pagar dan gapura, ada juga benda-benda yang dikeramatkan seperti tempayan air yang berukuran besar. Air dari tempayan ini dipercaya mempunyai khasiat dan kelebihan tersendiri. 
Tempayan yang Disakralkan
Di kompleks makam Imogiri terdapat satu kisah tentang pengkhianatan seorang tumenggung bernama Endranata saat Sultan Agung akan mengusir penjajah dari Jayakarta. Karena pengkhianatan sang tumenggung, upaya pengusiran penjajah tersebut gagal dan Kesultanan Mataram menderita kerugian yang besar. Untuk memberikan hukuman yang setimpal sekaligus peringatan yang tegas kepada rakyat yang akan berkhianat, sang tumenggung di hukum mati dan jenazahnya di kubur di tiga tempat terpisah yakni kepalanya di bawah sebuah gapura, badannya di antara anak tangga dan kakinya di kolam. Jejak makam tersebut masih terlihat hingga kini, berupa gundukan yang tidak rata di antara anak tangga menuju ke kompleks pemakaman Imogiri. 
Makam Tubuh Tumenggung Endranata (@suara.com)
Di bagian lain areal Makam Imogiri terlihat ada longsoran yang meruntuhkan dan memisahkan jalur menuju ke sisi kiri makam Imogiri. Kondisi tanah dan bangunan disekitar lokasi longsor cukup membahayakan. Pengunjung makam disarankan untuk tidak melewati batas aman berupa larangan melintas yang telah dipasang oleh pengelola makam. 
Longsor di Salah Satu Sisi Areal Makam Imogiri
Pengunjung tidak perlu kuatir lapar atau haus jika mengunjungi Makam Imogiri, karena ada banyak penjual makanan dan minuman ringan yang menjajakan dagangannya di makam ini. Selain makanan dan minuman ringan, ada juga yang menjual ramuan wedang uwuh khas Jogja dan sejarah makam raja Imogiri. 
Gerbang Menuju Ke Arah makam Imogiri
Mengunjungi langsung areal Makam Imogiri dan mendengar kisah-kisah tentang suksesi kepemimpinan Raja-Raja Jawa akan membawa kita pada nostalgia tentang kisah lestarinya sebuah kekuasaan di tanah Jawa yang penuh dengan intrik, perjuangan, peerpecahan, pengkhianatan, kesetiaan dan pengorbanan. Kisah-kisah tersebut serta situasi terkini di dua Kesultanan turunan Mataram menjadikan Makam Imogiri semakin sakral untuk dikunjungi, dan sekaligus untuk menggali lebih dalam sejarah yang mungkin masih tersembunyi.

Jumat, 26 Juli 2019

Nonton Konser Yanni Bonus Prambanan Jazz 2019

Yanni merupakan musisi kelas dunia yang berasal dari Greece dan kini bermukim di US. Karya-karyanya sangat istimewa, dia bisa memadukan musik klasik dengan musik yang bernuansa lebih modern serta seringkali menggabungkan alat-alat musik tradisional dari berbagai negara. Sebagai seorang composer, Yanni juga didukung oleh musisi handal yang berasal dari berbagai negara. Musisi pendukung yang dibawa oleh Yanni merupakan musisi jempolan dengan jam terbang yang sangat tinggi. 
Prambanan
Yanni Concert @Prambanan Temple
Yanni merupakan influencer utama saya dalam bermusik. Saya menyukai dan sering mencoba memainkan komposisi karyanya di papan tuts keyboard saya. Sampai saat ini saya masih rutin mendengarkan lagu-lagu karyanya yang sudah banyak dipublish di youtube.
Sebagai influencer utama dalam bermusik, saya sangat bahagia saat ada info bahwa Yanni akan menggelar konser di Candi Prambanan pada tahun 2018 lalu. Saya langsung mencari tiket konsernya pada kesempatan pertama. Setelahnya saya juga membeli tiket transportasi dan akomodasi selama konser tersebut di Kawasan Prambanan. Agenda sudah saya susun rapi dan saya sudah siap menonton konser tersebut ketika ada pemberitahuan mendadak bahwa konser Yanni ditunda karena sang maestro menderita cedera saat melakukan suatu aktifitas. Terpaksa saya harus menunda keinginan saya untuk menonton konser Yanni dan harus mengcancel tiket kereta api dan hotel yang sudah saya pesan.
Namun syukurlah pada Juli 2019 saya masih berkesempatan untuk menonton konser yang tadinya sempat ditunda tersebut. Bertempat di areal candi Prambanan dan dirangkai dalam acara Prambanan Jazz 2019, Yanni beserta musisi pendukungnya dijadwalkan menjadi bintang utama di hari kedua Prambanan Jazz 2019.  
Tiket Kelas Silver
Banner Yanni dalam Prambanan Jazz 2019
Sebagai informasi, Prambanan Jazz 2019 merupakan konser yang menghadirkan musisi Jazz ternama baik dari dalam dan luar negeri. Konser ini dilaksanakan selama tiga hari yakni  tanggal 5, 6 dan 7 Juli 2019. Ada beberapa bintang utama yang hadir dalam konser kali ini diantaranya Callum Scott, Yanni dan Anggun. Masing-masing bintang utama tersebut menjadi pengisi pada puncak show. Dan karena Yanni dijadwalkan konser pada hari kedua, saya pun menyesuaikan jadwal saya di konser ini. 
Antrian Security Check Prambanan Jazz 2019
Dalam Prambanan Jazz, ada dua area, festival show dan special show. Festival show diisi oleh performer dari dalam negeri sedangkan special show merupakan acara puncak yang harga tiketnya lebih mahal daripada tiket festival show. Dengan kata lain, penonton special show dapat menonton konser festival show, namun sebaliknya, penonton dengan tiket festival show tidak bisa menonton special show. 
Panggung Festival Show Prambanan Jazz 2019
Di area festival show terdapat dua stage bersebelahan dengan sound system yang mantap dan tata cahaya yang spektakuler. Hal lain yang menjadikan Prambanan Jazz ini istimewa adalah lokasi konser, yakni di areal candi Prambanan. Tata cahaya tidak hanya di areal panggung, namun juga menerangi sisi candi menjadikan pemandangan menjadi anggun dan majestic. 
Musisi Sedang Beraksi
Pengisi acara pada hari kedua Prambanan Jazz di festival show adalah Yovie and friends, Rida Sita Dewi, Yura Yunita, Maliq and D’Essential, Pusakata dan Sax and The City. Ketika saya datang di lokasi konser, Pusakata sedang beraksi di atas panggung. Musik yang mereka bawakan pada malam itu sungguh istimewa. Bukan jazz yang njelimet yang justru bikin kuping jadi bingung melainkan Jazz yang simple dengan karakter vocal Is (ex-Payung Teduh) yang menjadi pembeda. 
Yura Yunita

Lagu terakhir dari Pusakata malam itu berjudul Untuk Perempuan yang Sedang Dalam Pelukan. Semua pengunjung ikut larut menyanyikan lagu hits yang susunan katanya terrangkai apik dan romantis. Band selanjutnya adalah Maliq and D’Essential. Terus terang aja telinga saya kurang familiar dengan musik band jazz yang sudah populer ini. Namun demikian saya tetap mencoba menikmati musik yang dibawakan dengan atraktif oleh personel band ini.

Maliq and D'Essential

Setelah Maliq beraksi, saatnya Yovie and Friends perform. Namun saya hanya sempat menikmati satu alunan lagu dari band ini sebelum kemudian antri untuk memasuki areal special Show untuk menyaksikan Yanni beraksi. Gate show dijadwalkan buka pukul 20.00 namun pada pukul 19.30 antrian penonton sudah mengular. di Gate masuk special show, selain untuk melakukan pengecekan tiket juga ada larangan bagi pengunjung untuk membawa kamera DSLR, Mirrorles, dan Action Cam. Saya beruntung bisa membawa kamera pocket, karena kamera hapenya gak bisa diandelin di kala malam. 
Yovie and Friends
Pukul 21.10 konser Yanni dimulai. Namun sebelum Yanni membawakan karya-karyanya, para spectators lebih dahulu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Selapas itu Yanni dan para musisi pendukungnya mulai membawakan komposisi-komposisi andalan yang dibawakan dengan sangat elegan dan indah. Inilah konser yang sangat megah yang dibawakan oleh komposer jenius kelas dunia dengan didukung oleh musisi-musisi handal dari berbagai negara. Harmonisasi antar alat musik yang menjadikan setiap lagu yang dibawakan menjadi terasa spesial. Walaupun hanya instrumen, namun emosi yang dipancarkan dan pesan yang dibawakan dan dari lagu yang sangat terasa. Contohnya ketika Yanni melagukan Felitsa, lagu special yang ia ciptakan untuk Ibunya the Late. Sebelum memulai sebuah lagu, Yanni seringkali menyapa pengunjung yang hadir serta menjelaskan lagu yang akan dibawakan. Dalam beberapa kali kesempatan Yanni juga mengarahkan fokus penonton kepada musisi pendukungnya antara lain violinist Samvel Yervinyan dan keyboardis Ming Freeman dari Taiwan. 
Prambanan Temple
Yanni Live @Prambanan Temple
Ada total 22 lagu yang dibawakan pada kesempatan konser yang berlangsung selama dua jam lebih tersebut. Ada komposisi yang sudah populer dan familiar di telinga saya diantaranya Until the Last Moment, Nightingale, One Man’s Dream, Within Attraction, dan Santorini. Walaupun sudah sering saya dengar, namun sensasi mendengar dan melihatnya secaara langsung tentu saja jauh berbeda. Dan itulah kenapa orang mau membayar mahal untuk menyaksikan musisi idolanya perform walaupun ia dengan mudah dapat melihatnya di youtube. Dengan melihat langsung, emosi dan suasana yang dibangun oleh sang musisi dapat dirasakan tanpa sekat. Dan sensasi serta emosi tersebut tidak akan tercipta hanya dengan melihat video atau rekaman semata. Hal lain yang menjadikan konser ini luar biasa adalah background panggung yang langsung menghadap ke Candi Prambanan. Perpaduan antara musik yang indah dengan bangunan candi yang berdiri megah menjadikan malam konser tersebut istimewa. 
Candi Prambanan Malam Itu, Penuh Warna
Konser Yanni secara umum berlangsung dengan sukses, namun bagi penonton kelas Silver seperti saya, konser ini tidak berlangsung dengan benar-benar sempurna. Ada beberapa catatan saya yang membuat konser Yanni tidak bisa kami nikmati dengan paripurna. Pertama, Lokasi tempat duduk yang tidak strategis karena susunan dan penataan kursi yang tidak tertata dan bertingkat dengan baik. Hal ini menyebabkan pengunjung terutama dibagian belakang kesulitan menikmati pemandangan visual dari konser ini. Kedua, Lokasi penempatan lampu sorot yang berada di sisi kiri luar panggung sangat mengganggu pandangan penonton. Cahaya kuat nan menyilaukan dari lampu tersebut membuat spectators harus memicingkan mata untuk dapat melihat dengan jelas visual yang ditampilkan di panggung utama. 
Ketiga, penempatan genset di balik tribun non permanen. Inilah distraction yang paling bikin sebel. Genset berjumlah tiga buah tersebut saling beradu nyaring satu sama lain. Karena jarak panggung dengan tribun silver relatif jauh, suara musik, terutama saat Yanni melantunkan solo piano atau mellow music terganggu oleh suara genset yang mirip dengan manuver helikopter saat mau landing atau take off. Keempat, tidak ada sound tambahan di bagian penonton kelas silver, dan hal ini menjadikan kualitas sound dan detil musik yang ditampilkan menjadi terreduksi. Kuping jadi gatel karena volume suara tidak terlalu nyaring sampai ke penonton di bagian paling belakang. 
Ini Biangnya
Overall, saya sangat puas karena akhirnya saya bisa menyaksikan influencer utama saya dalam bermusik dapat perform secara langsung di depan mata saya. Saya bisa merasakan secara langsung sensasi musik yang selama ini hanya bisa saya nikmati dalam bentuk video atau rekaman. Terima kasih EO Rajawali yang telah bersusah payah menghadirkan Yanni ke Indonesia dan terima kasih Yanni atas unforgettable night-nya di Prambanan.

Jogja Selalu Istimewa (Rangkaian Catatan Pelesir Jogja-Prambanan)

Catatan dalam blog ini merupakan rangkaian pengalamanku saat menyaksikan konser Yanni di Candi Prambanan dan terdiri dari banyak segmen. Masing-masing segmen tersebut dipisah dalam beberapa blog tersendiri yakni nonton Prambanan Jazz 2019, wisata sejarah di Imogiri, Candi Prambanan dan suasana Malioboro yang selalu istimewa. Adapun catatan dalam blog ini menjadi benang merah dari segmen-segmen tersebut mulai dari keberangkatan menuju Jogja hingga saat balik kembali ke Ibukota. 
Stasiun Jogjakarta
Singkat cerita, perjalanan ke Jogja aku arrange setelah aku dapat info yang lumayan mendadak tentang perubahan jadwal konser Yanni di Prambanan. Aku masih punya tiket saat Yanni dijadwalkan akan show di Prambanan tahun lalu yang terpaksa ditunda karena sang maestro cedera. Setelah memastikan tiketku masih berlaku aku mulai memikirkan akomodasi dan transportasi yang akan aku gunakan. Karena agendanya lumayan mendadak, aku ngga bisa dapat tiket kereta api dan harus beralih ke moda transportasi lain yakni bus antar kota. 
Nyobain MRT Untuk Pertama Kali
Hari Jumat siang aku balik kantor lebih awal. Seusai Jumatan aku berangkat menuju ke halte MRT Istora, halte MRT paling dekat dengan kosan. Setelah melakukan tap ticket, aku menunggu sebentar untuk kemudian naik ke MRT menuju kearah Lebak Bulus. Inilah pertama kalinya aku nyoba MRT Jakarta. Aku terkesan dengan kondisi stasiun dan interior MRT yang rapi, dingin, bersih serta terasa mewah. Pemandangan yang disajikan dalam perjalanan MRT ini juga luar biasa. Mulai pemandangan bawah tanah hingga pemandangan kota Jakarta dari ketinggian, walo ga tinggi-tinggi amat. 

Dari Balik Pintu MRT

Sekitar pukul 14.00 perjalanan MRT sampai di Lebak Bulus station. aku bergegas menuju ke pool bus Sinar Jaya setelah sebelumnya nambah bekal di minimarket setempat. Di pool bus ini, aku mendapatkan print tiket yang aku beli secara online di situs penjualan tiket bus. Selain aku, banyak calon penumpang berbagai tujuan yang menunggu jadwal keberangkatan busnya masing-masing. Ada yang mudik rutin akhir pekan dan ada juga beberapa pecinta alam yang akan berangkat berpetualang mendaki gunung.
Sama-Sama Menunggu Diberangkatkan

Bonus Sambil Nunggu Bus Yang Telat Datang

Bus yang akan mengangkut kami menuju terminal Giwangan Jogja baru tiba di pool bus pukul 15.40 dari jadwal seharusnya pukul 3 sore. Syukurlah busnya masih baru, bagus, nyaman, dingin dan desain yang modern walaupun tidak dilengkapi toilet.
Luxury
Pukul 16.00 bus diberangkatkan dan langsung disambut dengan kemacetan akhir pekan Ibukota di ruas tol JORR. Karena macet, laju kendaraan tidak bisa dipacu kencang. Untuk menghindari macet yang lebih parah, bus keluar tol JORR dan melalui rute jalan non-tol di Jatiasih Bekasi. Laju bus masih tetap merayap karena jalanan ini juga penuh dengan kendaraan yang melintas.
Bus masuk tol lagi di daerah Bekasi dan macet yang lebih parah menyambut perjalanan kami saat itu. Salah satu penyebab kemacetan parah di daerah tersebut adalah adanya proyek tol elevated yang massif. Proyek ini dikerjakan secara besar-besaran dengan banyak sektor yang dikerjakan secara bersamaan. Lajur jalan tol yang ada terdampak adanya proyek ini sehingga ada lajur yang ditutup dan berakibat pada kecepatan dan kerapatan kendaraan yang melintasinya.
Pukul 10 malam, bus sampai di cek point dan lokasi istirahat pertama yakni di Rumah Makan Taman Selera Cikamurang. Parkiran restoran ini didominasi oleh armada bus Sinar Jaya. Restoran ini cukup istimewa, selain karena ukurannya yang luas dan ramai pengunjung, restoran ini juga dilengkapi dengan toilet dan musholla yang cukup luas dan cukup untuk menampung para penumpang yang sedang rehat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. 
Pit Stop Pertama
Perjalanan dilanjutkan dan mulai memasuki wilayah Songgom. Aku baru merasa ngeri di daerah sini. Manuver bus saat mendahului atau saat belok sangat terasa dari atas bus. Kondisi jalan di jalur ini relatif sempit dan berupa cor namun hal ini justru menjadi semacam tantangan bagi sopir untuk balapan dengan armada bus malam lainnya.
Sebelum mencapai terminal tujuan, Bus beberapa kali berhenti untuk menurunkan penumpang antara lain di Terminal Kebumen dan Purworejo. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 15 jam, Pukul 8 pagi, bus Sinar Jaya sampai dengan selamat di Terminal Giwangan. Dari terminal ini aku lanjut ke rumah seorang sobat dengan menggunakan jasa ojek online, lumayan, ada sarapan pagi dan segelas wedang uwuh untuk mengisi perut. 
Wedang Uwuh, Menyegarkan, Menyehatkan
Karena jadwal konser masih lama, dengan diantar menggunakan motor, aku mengunjungi kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri (Catatan seputar Imogiri ada di blog dengan judul Imogiri, Makam Raja-Raaja Mataram). Selepas wisata sejarah di sini kami lanjut wisata kuliner dengan melahap sate kambing  Klathak khas Jogja plus . Akibatnya adalah kewaregan yang tiada tara. 
Sate Klathak

Setelah mampir lagi sebentar di rumah sobat, Pukul 14.00 aku diantar ke Kawasan Prambanan dengan menggunakan motor. Cuaca saat itu panas luar biasa, menyengat dan membikin gerah. Ditambah lagi dengan padatnya arus kendaraan Jogja-Solo. Luar biasa. Sekira pukul 3 sore aku nyoba langsung ke salah satu hotel dekat Candi Prambanan. Untunglah masih ada kamar kosong hingga esok hari. Setelah melakukan proses cek ini, aku langsung istirahat, mengumpulkan tenaga untuk menyaksikan konser nanti malam. 
Panas Menyengat Jalur Solo Jogja

Pukul 17.45 aku bersiap menonton konser. Selepas sholat, aku menuju ke lokasi konser di dalam Candi Prambanan. (Catatan seputar konser ada di blog dengan judul Konser Yanni di Prambanan). Konser yang mengakhiri rasa penasaran untuk melihat dan menikmati alunan musik dari Yanni and musisi pendukungnya. 
Prambanan Jazz 2019

Keesokan harinya, selepas sholat subuh, aku kembali lagi ke komplek Candi Prambanan. Kali ini untuk hunting foto di pagi hari. (Catatan dan foto-foto saat hunting di kompleks Candi Prambanan ada di Blog dengan Judul Prambanan di Pagi Hari). Setelah puas hunting aku kembali menuju hotel dengan berjalan kaki sambil menikmati suasana kampung yang penuh dengan keramahan dan keguyuban khas Jawa. 
Hunting di Pagi nan Cerah

Agenda berikutnya adalah kembali ke Jogja. Pilihan moda transportasi saat itu adalah menggunakan bus Jogja Solo AC dari perempatan Prambanan karena alasan cuaca yang panas menyengat. Kondisi dalam bus yang aku naiki saat itu penuh sesak oleh penumpang. Bus AC terasa pengap dengan bau-bau menyengat khas campuran adonan keringat dan peluh yang telah dipanaskan selama beberapa saat. Pengalaman saat naik Bus ini tidak akan terlupakan karena aku harus berdiri dengan bertumpu pada satu kaki sedang kaki yang lainnya harus menopang tas agar tidak rubuh menimpa tuas persnelling sopir. Aku juga harus menjaga peganganku supaya tidak lepas karena menahan desakan penumpang terutama saat sopir mengerem kendaraan. 
Yang menjadikan aku semakin terkesan dengan kultur warga Jogja adalah keramahannya. Ada banyak penumpang yang tidak saling kenal sebelumnya yang kemudian terlibat percakapan panjang. Percakapan yang tidak terencana dan tidak membahas hal-hal serius namun terlihat akrab dan tanpa sekat. Jogja memang istimewa, begitu pula dengan warganya. 
Akhir Masa Liburan di Malioboro

Perjalanan bus berakhir di terminal Giwangan. Dari terminal ini aku lanjut menuju ke Malioboro menggunakan Transjogja disambung dengan gojek. Di Malioboro aku menghabiskan waktu sambil menunggu jadwal keberangkatan kereta api Taksaka Lebaran yang masih lama. Di Malioboro aku sempatkan untuk wisata kuliner dan mencari oleh-oleh untuk dibawa ke Ibukota. Aku juga menyempatkan untuk nongki-nongki di sebuah café di dekat stasiun. Suasana Trully Jogja sangat terasa di café ini. Dari keramahan orang-orangnya, ramainya orang lalu Lalang, santapan nikmat serta alunan musik yang dibawakan dengan apik oleh musisi-musisi muda kota Jogja. Cukup lama aku menghabiskan waktu di café ini sebelum kemudian menunggu jadwal keberangkatan kereta api di dalam stasiun.
Menunggu Jadwal Keberangkatan di Sini

Pukul 22.15 kereta api berangkat menuju ke tujuan akhir stasiun Gambir Jakarta. Tidak banyak catatan perjalanan saat balik naik kereta ini yang bisa diceritakan disini karena beberapa saat setelah kereta api diberangkatkan, aku memilih untuk tidur. 
Petualangan Telah Usai

Alhamdulillah pada pukul 6.40 Senin pagi kereta api tiba di Gambir. Walaupun telat dari jadwal seharusnya, aku masih sempat beberes di kosan kemudian lanjut mengejar presensi di Kantor.
Pelesir dalam rangka nonton konser di Jogja ini sangat istimewa buatku. Selain tujuan utama tercapai, aku juga mendapatkan bonus tambahan yang membuatku merasa bahagia dan bersyukur. Diantaranya adalah bertambahnya jumlah teman serta cerita/pengalaman yang dibawanya. Petualangan baru tidak selalu membawa kesan baik namun dia akan membawa pengalaman baru yang membuat kita selalu belajar.

Palembang, Kota Yang Mengesankan

Musim penerimaan CPNS tahun anggaran 2021 membawa banyak berkah bagi saya. Dalam rangka proses rekrutmen tersebut, saya berkesem...