Minggu, 12 Januari 2020

Sedikit Waktu di Museum Benteng Vredeburg

Tulisan ini merupakan rangkaian catatan saat mengunjungi Yogyakarta untuk nonton konser Yanni dalam bungkus Prambanan Jazz 2019 di Prambanan. Kali ini topiknya tentang Museum Benteng Vredeburg. 
Patung Jenderal Soedirman Koleksi Museum Benteng Vredeburg
Waktu sudah sangat sore ketika saya masuk ke museum ini. Saya agak menyesal kenapa tidak sedari awal memasuki museum yang saat itu waktu kunjungnya akan segera habis. Karena waktunya tidak terlalu lama, segera saya eksplore lokasi wisata sejarah yang berada di kawasan Malioboro ini.
Pintu Masuk Sekaligus Pintu Keluar Museum
Untuk masuk ke museum ini, pengunjung hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp3000. Tiket masuk sebesar Rp3000 menurut saya sangat murah dan hanya merupakan formalitas, karena saya yakin biaya perawatan museum ini tidak akan cukup jika hanya bergantung dari retribusi masuk pengunjung. Meski sangat murah, pengunjung museum saat itu sangat sedikit jika dibandingkan dengan pengunjung Malioboro yang membludak mendekati masa akhir musim liburan. Entahlah, mungkin kunjungan museum dirasa membosankan, karena melihat koleksi-koleksi dan hal-hal yang sudah berlalu.
Sebagai informasi, berdasarkan kronologi pemanfaatan benteng Vredeburg yang dipajang di salah satu sisi dinding museum, museum ini awalnya merupakan sebuah benteng yang dibangun oleh pemerintah Belanda (VOC) pada Tahun 1760. Pada tahun 1765 hingga 1788 bangunan benteng disempurnakan dan kemudian dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan hingga 1799.
Salah Satu Sudu Museum
Pada tahun 1799, pemanfaatan benteng diambil alih oleh Kerajaan Belanda yang saat itu dibawah kendali Gubernur Jenderal Daendels. Benteng ini sempat dikelola oleh Pemerintah Kolonial Inggris tepatnya antara 1811 hingga 1816. Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942-1945, benteng ini turut dikuasai oleh tentara kekaisaran Jepang.
Sebelum akhirnya dikuasai kembali oleh Pemerintah Indonesia pada 1949, Belanda melalui Agresi Militer II sempat menguasai kembali benteng ini pada tahun 1948. Sejarah yang sangat panjang bagi sebuah benteng yang kini semakin terawat dan memuat banyak informasi ini. 
Bangunan Museum Yang Masih Terawat
Menurut saya, museum Vredeburg terawat dengan baik. Warna cat bangunan tidak terlihat kusam dan lahan terbuka museum ini terlihat bersih dari sampah. Selain itu museum ini juga dilengkapi dengan banyak fasilitas untuk menunjang kenyamanan pengunjung.Fasilitas tersebut diantaranya, toilet yang bersih dan nyaman digunakan, dengan jumlah yang memadai; Touchscreen untuk membantu pangunjung agar lebih memahami sejarah khususnya sejarah benteng Vredeburg; Petunjuk arah yang jelas dan strategis; Kafetaria; ruang pameran; ruang game dan taman bermain yang dipadu dengan taman bunga yang segar dan mempercantik pemandangan. Benar-benar museum yang nyaman dan layak untuk dikunjungi. 
Suasana Halaman Utama Museum
Gedung Tempat Diorama Dipamerkan
Di dalam museum ini terdapat barang bersejarah yang menjadi koleksi diantaranya Meriam peninggalan Penjajah Belanda, miniatur tugu Yogyakarta, dan barang-barang bersejarah lainnya. Selain itu di dalam museum ini juga ditampilkan diorama-diorama yang menggambarkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Tak lupa, ada juga patung Jenderal Soedirman yang berdiri kokoh menghadap ke pintu gerbang masuk museum benteng Vredeburg ini. 
Kembaran Tugu Yogya
Siap Digunakan Jika Muncul Ancaman
Selain melihat koleksi yang dipamerkan di dalam ruang pameran, pengunjung bisa menikmati pemandangan sisi luar museum tepatnya pemandangan titik nol kilometer Yogyakarta. Pemandangan ini cukup strategis karena lokasinya berada di lantai 2 benteng dan tidak ada bangunan lain yang menghalangi. 
Lentera Museum
Karena waktu kunjung yang tidak terlalu lama, saya tidak bisa melihat semua koleksi yang dipamerkan di museum ini. Itu artinya saya juga tidak bisa menyelami sejarah dengan lebih mendalam di tempat ini. 
Iklan Genset
Sejarah, baik yang tertulis ataupun tidak merupakan salah satu panduan untuk kita bertindak. Pengalaman masa lalu bisa menjadi guru yang sangat efektif bagi kita untuk mengambil langkah ke depan. Ada yang bilang bahwa sejarah akan berulang, itu artinya kita berkesempatan untuk melihat hal yang pernah terjadi, kembali menimpa kita. Dengan guru yang efektif a.k.a pengalaman utawi sejarah, kita berkesempatan besar untuk menghindari hal buruk terjadi kepada kita dan menjadikannya kesempatan untuk belajar dari kesalahan serta menjadikannya peluang yang menguntungkan.

Malioboro, 7 Juli 2019

Menyusuri Jejak Sejarah di Kompleks Candi Prambanan

Tulisan ini merupakan rangkaian dalam Prambanan Jazz 2019 Trip. Karena konser Jazz teersebut dilangsungkan di kompleks Candi Prambanan, saya agendakan untuk sekalian mengunjungi candi yang erat kaitannya dengan legenda Loro Jonggrang ini. Tulisan ini fokus pada kesan saya saat mengunjungi kompleks situs purbakala Candi Prambanan. 
Pagi Prambanan...
Selepas menonton konser pada malam sebelumnya saya segera beristirahat untuk menyongsong pagi dan mengabadikan pemandangan salah satu candi yang populer selain Candi Borobudur ini. Tepat saat gerbang candi mulai dibuka, saya segera membeli tiket masuk dan mulai mengeksplore dan mengabadikan pemandangan dan suasana kompleks candi di saat Matahari belum begitu terik menyinari. 
Bayang-Bayang Pagi di Prambanan
Kesan pertama saat memasuki kompleks candi ini adalah, areanya yang sangat luas dan bersih. Dengan kesigapan petugas pengelola dan kepedulian pengunjung yang tinggi, menjadikan area kompleks candi prambanan terlihat bersih dan menyegarkan pandangan.
Kilau Sang Fajar Dari Balik Kemegahan
Pagi itu sudah cukup banyak pengunjung yang datang, namun demikian saya masih bisa leluasa mengabadikan pemandangan candi yang berdiri megah ini. Mungkin pagi hari adalah saat yang tepat untuk mengeksplore candi ini, karena semakin siang, semakin banyak pengunjung yang datang. Dengan suasana yang tidak terlalu ramai, saya bisa dengan puas melihat detail pahatan dan tatanan batu yang sedemikian rupa yang menjadikannya karya istimewa dari masa silam. 
Detail Mengagumkan Berpadu Cahaya Pagi
Di kompleks candi Prambanan ada 3 kompleks candi lain yang juga menarik untuk dieksplore lebih jauh dengan sejarahnya masing-masing. Candi-candi tersebut adalah Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan terakhir Candi Sewu.
Berikut catatan saya saat eksplore masing-masing candi tersebut.
Kompleks Utama Candi Prambanan dan Reruntuhan Candi Perwara
Candi Prambanan
Berdasarkan situs Wikipedia, Candi Prambanan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia. Dalam situs Candi Prambanan terdapat ratusan candi dengan candi utamanya adalah Candi Siwa yang berlokasi di tengah areal kompleks candi. Candi Siwa ini memang begitu megah, tinggi dan ramping menjulang. Saya mengagumi keindahan candi ini. Dari sisi detail serta struktur bangunan, candi ini sangat mengagumkan. Pastinya dulu para ancestors butuh waktu yang lama untuk bisa mendirikan bangunan semegah dan seindah ini. 
Pigura 
Di samping kiri Candi Siwa terdapat bangunan yang juga megah dan cantik walaupun dari sisi ukuran kalah tinggi. Candi tersebut adalah candi Wisnu. Saya sempatkan untuk memasuki candi ini dan melihat secara lebih dekat mahakarya pendahulu. Di dalam candi Siwa terdapat Arca Wisnu yang berukuran cukup besar. Suasana sakral sangat terasa di dalam ruangan dimana Arca ini berada.
Di sisi luar areal utama candi terdapat ratusan candi yang dianggap sebagai pelengkap. Wikipedia menuliskannya sebagai Candi Perwara atau candi pengawal yang mengelilingi kompleks utama candi.
Kemegahan Berpadu Keindahan
Cukup lama saya menghabiskan waktu di kompleks candi Prambanan. Beberapa kali saya mengabadikan pemandangan di areal ini dan saya merasa beruntung karena pada saat pagi, pengunjung tidak terlalu banyak dan saya bisa mendapatkan sudut yang luas untuk mendapatkan hasil yang saya inginkan.
Masa Lalu dan Masa Depan
Candi Lumbung
Selepas dari mengeksplore candi Prambanan, saya menuju ke candi berikutnya yakni Candi Lumbung. Di sisi jalan menuju ke candi ini, terdapat lahan terbuka yang sangat luas yang dipisahkan dengan sebuah jalan beraspal. Lahan terbuka yang terawat tersebut menjadikan pemandangan Candi Prambanan dari kejauhan menjadi terlihat megah dan indah. Di sisi yang lain, lahan terbuka tersebut dipakai untuk pergelaran konser Prambanan Jazz 2019. 
Siluet Pagi Candi Lumbung
Candi Lumbung merupakan kompleks candi yang terdiri dari berdasarkan informasi dari situs kebudayaan.kemendikbud.go.id merupakan candi Budha dan mempunyai kaitan dengan Candi Sewu yang berlokasi tidak jauh dari areal candi ini. Di tengah areal kompleks candi ini terdapat sebuah bangunan utama yang ujungnya tidak utuh. Di sisi bangunan utama tersebut terdapat beberapa candi pendamping yang kondisinya bervariasi, ada yang utuh dan ada yang berupa tatanan pondasi.
Candi Utama dan Pendampingnya
Saya tidak terlalu lama di sini karena secara ukuran dan jumlah, kompleks candi ini kalah dengan kompleks candi-candi lain yang ada di situs warisan dunia ini.
Candi Bubrah
Candi berikutnya yang saya eksplore adalah candi Bubrah. Dikutip dari situs kebudayaan.kemendikbud.go.id nama candi Bubrah diberikan karena pada saat ditemukan, kondisi candi ini sangat memprihatinkan karena hanya berupa reruntuhan dengan tinggi bangunan yang hanya mencapai dua meter dengan bebatuan bangunan berserakan. Syukurlah kemudian candi ini dipugar sehingga kondisinya menjadi seperti saat ini yang megah dan mengagumkan.
Candi Bubrah
Saya terkesima dengan arsitektur bangunan ini yang bentuk dan corak hiasannya sedikit berbeda dengan bangunan lainnya. Selain itu, kompleks candi Bubrah hanya berisi satu bangunan utama yang dikelilingi dengan jalan setapak serta rerumputan yang ditata secara apik yang menambah keanggunan candi ini. Karena penataan taman yang cantik saya cukup lama mengeksplore candi ini untuk mendapatkan angle pemandangan yang menarik.
Candi Bubrah, Anggun Dalam Kesendirian
Candi Sewu
Candi terakhir dalam kompleks areal candi Prambanan adalah candi Sewu. Lokasi candi ini terletak di sisi terjauh dari lokasi pintu masuk areal kompleks candi Prambanan. Jika tidak membaca informasi, kebanyakan pengunjung tidak akan sampai ke kompleks yang pada saat saya berkunjung masih dalam proses pemugaran ini.
Candi Sewu dan Barisan Candi Perwara

Majestic

Sebagaimana namanya, dalam areal candi Sewu terdapat banyak sekali candi walaupun tidak berjumlah genap seribu. Ada berbagai jenis bangunan dalam kompleks areal candi ini yang kondisinya bervariasi. Ada bangunan pendamping yang kondisinya utuh karena selesai dipugar, namun yang terbanyak adala berupa reruntuhan atau tatanan batu, dan bangunan dalam kondisi inilah yang mendominasi. Selain bangunan candi, ada juga dua buah patung yang saling berhadapan yang seakan menjadi penjaga kompleks candi ini. Patung ini dipahat dengan sangat indah dan mendetail. Dengan ukuran yang cukup besar ditambah dengan pengambilan sudut yang tepat, maka pemandangan di candi ini akan dapat diabadikan dengan baik.
Seribu Candi
Bangunan utama dalam kompleks candi ini adalah sebuah bangunan yang walaupun secara ukuran tidak setinggi candi Siwa Prambanan namun berkesan lebih megah karena strukturnya berbeda dan secara arsitektur lebih unik. Dikutip dari situs kebudayaan.kemendikbud.go.id, Candi Sewu merupakan candi Budha terbesar kedua setelah candi Borobudur. Tidak salah jika candi Sewu ini istimewa, karena selain bangunannya terlihat megah dan besar, pengunjung bisa masuk ke dalam bangunan utama candi dan merasakan sensasi berada di dalamnya.
Menjulang Diantara Reruntuhan
Dibandingkan dengan kompleks Candi Prambanan, pengunjung pada Candi Sewu ini sangat sedikit. Padahal dari sisi pemandangan, candi Sewu ini tidak kalah mengagumkan. Namun demikian, karena pengunjungnya sedikit, pengunjung dapat mengabadikan pemandangan di sini dengan leluasa.
Kompleks Candi Prambanan ini sangat luas. Dibutuhkan waktu relatif lama untuk dapat puas mengeksplore kompleks candi ini. Pengunjung yang tidak mempunyai banyak waktu untuk menyusuri jalanan dan mengeksplore satu-satu bangunan candi bisa menggunakan angkutan yang disediakan oleh pengelola. Angkutan ini cukup membantu supaya pengunjung tidak lelah dalam melihat masing-masing candi.
Ada banyak sekali fasilitas yang disediakan oleh pengelola Kompleks Candi Prambanan untuk mendukung kenyamanan para pengunjung dalam menikmati areal wisata sejarah ini. Berikut ini merupakan yang bisa saya sebutkan antara lain:
  • Lahan parkir yang luas yang dapat menampung kendaraan dalam jumlah yang banyak.
  • Pusat kuliner dan souvenir. Pengunjung tidak perlu kuatir kelaparan atau kehausan jika mengunjungi situs warisan dunia ini. Ada banyak tenant yang menjajakan makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Selain itu banyak pula penjual souvenir yang menjual beraneka ragam souvenir dengan berbagai macam ukuran dan dengan harga yang bervariasi.
  • Toilet yang nyaman, sebagai salah satu lokasi tujuan wisata utama, kompleks candi ini menyediakan toilet yang relative bersih. Namun demikian, lokasinya terkonsentrasi di dekat pintu masuk dan kawasan kuliner.
  • Lahan terbuka dan sarana bermain anak. Pengunjung yang membawa serta anak-anaknya dapat juga berrekreasi dengan menikmati udara segar dibawah rindangnya pohon sambil bermain dengan sarana yang disediakan oleh pengelola.
  • Museum, bagi pengunjung yang ingin mendapatkan informasi yang lebih komprehensif tentang sejarah candi Prambanan, dapat mengunjungi museum ini.
  • Jalanan beraspal maupun setapak yang rapi. Inilah salah satu alasan saya betah menyusuri kompleks candi Prambanan ini. Jarak yang relatif jauh tidak terasa membosankan karena pengunjung akan menyusuri jalan, baik aspal maupun paving block, diantara rerumputan yang dipotong rapi dan bersih serta dibawah pepohonan rindang.
  • Penyediaan tempat sampah yang cukup visible dan dengan jumlah yang banyak. Saya memberi apresiasi kepada pengelola karena menyediakan tempat sampah di lokasi-lokasi strategis. Penempatan tempat sampah ini setidaknya mereduksi kecenderungan pengunjung, terutama turis local, untuk membuang sampah tidak pada tempatnya.

Namun demikian ada beberapa hal yang menjadi keprihatinan saya, pertama, ada banyak pengunjung yang mengabaikan himbauan pengelola, diantaranya larangan untuk tidak menaiki pagar bangunan candi. Tindakan pengabaian ini disebabkan oleh keinginan untuk mendapatkan foto yang bagus sehingga mengabaikan larangan yang tertulis dengan jelas. Untuk masalah yang berkaitan dengan sifat narsis, saya kira hal ini tidaklah menjadi masalah selama tidak mengganggu dan merugikan pengunjung lain.
Jalan Paving Menuju ke Candi Sewu
Mengunjungi situs warisan dunia semacam kompleks Candi Prambanan menjadikan saya semakin bangga dengan keluhuran dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Terima kasih dan apresiasi layak kita berikan kepada seluruh jajaran pengelola yang menjadikan lokasi tujuan wisata ini menjadi semakin layak untuk dikunjungi.
Pagi Yang Mengesankan

Yogyakarta, 7 Juli 2019

Menikmati Kesendirian di Keramaian Malioboro

Sebagai pelengkap rangkaian catatan saat nonton konser Prambanan Jazz 2019 di Prambanan, kali ini saya tuliskan catatan lanjutan saat saya berada di Yogyakarta. Kali ini topik catatan adalah sendiri menikmati suasana keramaian di Malioboro. 
Malioboro Dan Keramaian
Malioboro merupakan salah satu tujuan wisata yang paling utama dan terpopuler di Yogyakarta. Hal ini terbukti dengan banyaknya wisatawan yang mengunjungi lokasi ini setiap hari. Tak terkecuali dengan hari itu, saat saya menghabiskan waktu menunggu jadwal kereta larut malam untuk kembali menuju ke Jakarta. 
Satu Arah di Malioboro
Menyusuri trotoar Malioboro selalu istimewa. Ada berbagai macam aktivitas di sana yang membuatnya seperti itu. Sebenarnya saya kurang tertarik berada di keramaian atau harus menerobos lalu lalang pengunjung yang padat. Saya lebih suka menikmati ketenangan suasana seperti yang ditawarkan di Kompleks Makam Raja-Raja Imogiri atau Candi Sewu. Namun demikian Malioboro menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Keriuhan pengunjung yang berbaur dengan penjaja dagangan dan penyedia jasa transportasi lokal tidak lantas menjadikan Malioboro ruwet dan semrawut. Justru keramaian ini menjadi terlihat seperti sesuatu yang unik dimana di sepanjang jalur Malioboro wisatawan bebas melakukan aktivitas yang ia inginkan seperti berbelanja souvenir, berbelanja oleh-oleh, menikmati wisata kuliner, berselfi ria atau sekedar menyusuri jalan sambil berbaur dengan pengunjung lainnya. Sepanjang yang saya lihat, raut muka wisatawan menyiratkan kebebasan, semacam kondisi tanpa tekanan. Dan hal itu yang menurut saya unik dari tempat ini. 
Titik 0 Kilometer

Tidak ada aktifitas khusus yang saya lakukan. saya menyusuri jalanan Malioboro menuju ke titik nol kilometer. Di tengah keramaian pengunjung pada masa akhir liburan, saya sendiri menikmati serunya keramaian itu. Bebas menentukan arah langkah kaki tanpa harus konsentrasi memikirkan sesuatu. Sesampai di titik nol kilometer, tepatnya di seberang gedung BNI, saya mengambil lokasi duduk yang strategis sambil memperhatikan aktifitas pegunjung di sekitar tempat tersebut. Seru juga aktifitas mengamati aktifitas orang ini.
Salah Satu Spot Terfavorit di Yogyakarta
Jika aktifitas memperhatikan aktifitas orang lain dianggap suatu hal yang sia-sia, maka pandangan tersebut tentu saja sangat mendiskreditkan para sosiolog. Tapi bukan berarti pula bahwa saya merupakan seorang sosiolog, saat itu saya benar-benar hanya sedang tertarik mengamati perilaku pengunjung yang kebetulan ada di sekitar saya. Dari aktifitas seorang pria yang bolak-balik minta foto diulang karena hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya, hingga seorang ayah yang sibuk mengawasi putrinya agar tidak hilang dari jangkauan pandangannya.
Menjelang Senja di Malioboro
Saat malam mulai menjelang, perut terasa lapar, menandakan perlunya asupan makanan ke dalam tubuh. Saya mellipir ke sebuah gang dan menemukan restoran ayam geprek yang memajang harga makanan dengan jelas. Bagi saya, resto ini merupakan pilihan yang masuk akal karena harganya sudah tertera dan rasanya tidak akan jauh dari ekspektasi saya.
Murah, Kenyang, Enak, Banyak.
Semakin malam, kawasan Malioboro semakin ramai. Pengunjung yang datang semakin banyak, menjadikan malam itu semakin seru. Sekali lagi saya melewati jalan menyusuri Malioboro untuk menuju ujung lain dimana Stasiun Tugu Yogyakarta berada. Dalam perjalanan balik ini, saya merangkum beberapa hal sebagai berikut:
  • Malioboro menerapkan sistem satu arah, dengan demikian, arus lalu lintas diharapkan menjadi tidak tersendat. Disiplin para pengguna jalan sudah cukup baik, karena pengendara sudah mematuhi aturan tersebut, termasuk para pengemudi delman dan becak motor.
  • Atraksi musisi jalanan. Bagi saya atraksi ini sangat khas sebagai keunikan Malioboro. Selalu menyenangkan melihat dan mendengar atraksi grup musik para seniman jalanan ini berlangsung. Sayangnya saat itu pengunjung terlalu banyak sehingga saya hanya bisa mendengarnya tanpa bias melihatnya dengan leluasa.
    Ra Kethok Artise
  • Pihak berwenang di Malioboro menerapkan larangan berjualan di trotoar. Dengan larangan ini, mobilisasi pengunjung menjadi semakin lancar karena tidak terhambat oleh adanya penjaja makanan. Satu hal yang saya salut dari petugas yang menegakkan aturan ini, mereka menggunakan pendekatan persuasif yang sopan kepada para penjaja makanan yang masih membandel yang menjual dagangannya di lokasi yang dilarang.
    Pendekatan Persuasif Kepada Padagang yang Bandel
  • Kekurangan toilet. Sebagai salah satu tujuan wisata yang paling populer, jumlah toilet yang tersedia di kawasan Malioboro menurut saya sangat tidak representatif. Selain jumlahnya minim, kualitas toilet yang tersedia juga kurang layak. Hal ini perlu menjadi concern dari pemerintah setempat demi kenyamanan wisatawan yang berkunjung.
  • Semakin banyak tenant popular. Dibandingkan dengan saat pertama kali saya mengunjungi kawasan ini sekitar 7 tahun yang lalu, saat ini semakin banyak tenant popular yang membuka gerai di kawasan ini. Gerai brand-brand ternama tersebut bersanding beradu dengan tenant-tenant lokal yang secara kekuatan modal lebih lemah. Jika tidak diantisipasi, kedepannya Malioboro bisa jadi akan berubah menjadi kawasan pedestrian dimana mayoritas pengunjung hanya memandangi gerai-gerai brand ternama dengan pengunjung-pengunjung necis di dalamnya.
  • Kesadaran wisatawan akan pentingnya kebersihan sudah mulai menunjukkan perkembangan positif. Hal ini didukung pula dengan langkah pemerintah setempat yang menyediakan tempat sampah pada beberapa titik strategis. Namun demikian, masih dengan sangat mudah dapat dijumpai adanya sampah yang dibuang dilokasi yang tidak semestinya. Semoga kedepannya, kesadaran pengunjung akan semakin meningkat.

Mempercantik Kota Membuat Syahdu Suasana

Semakin Peduli Kebersihan
Sendiri Di Tengah Keramaian Malioboro
Pada akhirnya, saya sangat menikmati saat saya melangkah sendiri menembus keramaian Malioboro. Ada sensasi tersendiri dimana saya bisa mendiskusikan apa yang saya amati dengan diri saya sendiri. Meninggalkan semua yang telah dilewati tanpa perlu menoleh kembali.

Malioboro, 7 Juli 2019



Kerkhof Peucut Aceh: Makam Putera Raja dan Kuburan Masal Warga Belanda pada Masa Kolonial

Aceh mempunyai banyak sekali lokasi wisata sejarah. Dari sekian lokasi wisata sejarah tersebut ada Kerkhof Peucut Aceh sebagai lokasi yang m...