Minggu, 12 Januari 2020

Sedikit Waktu di Museum Benteng Vredeburg

Tulisan ini merupakan rangkaian catatan saat mengunjungi Yogyakarta untuk nonton konser Yanni dalam bungkus Prambanan Jazz 2019 di Prambanan. Kali ini topiknya tentang Museum Benteng Vredeburg. 
Patung Jenderal Soedirman Koleksi Museum Benteng Vredeburg
Waktu sudah sangat sore ketika saya masuk ke museum ini. Saya agak menyesal kenapa tidak sedari awal memasuki museum yang saat itu waktu kunjungnya akan segera habis. Karena waktunya tidak terlalu lama, segera saya eksplore lokasi wisata sejarah yang berada di kawasan Malioboro ini.
Pintu Masuk Sekaligus Pintu Keluar Museum
Untuk masuk ke museum ini, pengunjung hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp3000. Tiket masuk sebesar Rp3000 menurut saya sangat murah dan hanya merupakan formalitas, karena saya yakin biaya perawatan museum ini tidak akan cukup jika hanya bergantung dari retribusi masuk pengunjung. Meski sangat murah, pengunjung museum saat itu sangat sedikit jika dibandingkan dengan pengunjung Malioboro yang membludak mendekati masa akhir musim liburan. Entahlah, mungkin kunjungan museum dirasa membosankan, karena melihat koleksi-koleksi dan hal-hal yang sudah berlalu.
Sebagai informasi, berdasarkan kronologi pemanfaatan benteng Vredeburg yang dipajang di salah satu sisi dinding museum, museum ini awalnya merupakan sebuah benteng yang dibangun oleh pemerintah Belanda (VOC) pada Tahun 1760. Pada tahun 1765 hingga 1788 bangunan benteng disempurnakan dan kemudian dimanfaatkan sebagai benteng pertahanan hingga 1799.
Salah Satu Sudu Museum
Pada tahun 1799, pemanfaatan benteng diambil alih oleh Kerajaan Belanda yang saat itu dibawah kendali Gubernur Jenderal Daendels. Benteng ini sempat dikelola oleh Pemerintah Kolonial Inggris tepatnya antara 1811 hingga 1816. Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942-1945, benteng ini turut dikuasai oleh tentara kekaisaran Jepang.
Sebelum akhirnya dikuasai kembali oleh Pemerintah Indonesia pada 1949, Belanda melalui Agresi Militer II sempat menguasai kembali benteng ini pada tahun 1948. Sejarah yang sangat panjang bagi sebuah benteng yang kini semakin terawat dan memuat banyak informasi ini. 
Bangunan Museum Yang Masih Terawat
Menurut saya, museum Vredeburg terawat dengan baik. Warna cat bangunan tidak terlihat kusam dan lahan terbuka museum ini terlihat bersih dari sampah. Selain itu museum ini juga dilengkapi dengan banyak fasilitas untuk menunjang kenyamanan pengunjung.Fasilitas tersebut diantaranya, toilet yang bersih dan nyaman digunakan, dengan jumlah yang memadai; Touchscreen untuk membantu pangunjung agar lebih memahami sejarah khususnya sejarah benteng Vredeburg; Petunjuk arah yang jelas dan strategis; Kafetaria; ruang pameran; ruang game dan taman bermain yang dipadu dengan taman bunga yang segar dan mempercantik pemandangan. Benar-benar museum yang nyaman dan layak untuk dikunjungi. 
Suasana Halaman Utama Museum
Gedung Tempat Diorama Dipamerkan
Di dalam museum ini terdapat barang bersejarah yang menjadi koleksi diantaranya Meriam peninggalan Penjajah Belanda, miniatur tugu Yogyakarta, dan barang-barang bersejarah lainnya. Selain itu di dalam museum ini juga ditampilkan diorama-diorama yang menggambarkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Tak lupa, ada juga patung Jenderal Soedirman yang berdiri kokoh menghadap ke pintu gerbang masuk museum benteng Vredeburg ini. 
Kembaran Tugu Yogya
Siap Digunakan Jika Muncul Ancaman
Selain melihat koleksi yang dipamerkan di dalam ruang pameran, pengunjung bisa menikmati pemandangan sisi luar museum tepatnya pemandangan titik nol kilometer Yogyakarta. Pemandangan ini cukup strategis karena lokasinya berada di lantai 2 benteng dan tidak ada bangunan lain yang menghalangi. 
Lentera Museum
Karena waktu kunjung yang tidak terlalu lama, saya tidak bisa melihat semua koleksi yang dipamerkan di museum ini. Itu artinya saya juga tidak bisa menyelami sejarah dengan lebih mendalam di tempat ini. 
Iklan Genset
Sejarah, baik yang tertulis ataupun tidak merupakan salah satu panduan untuk kita bertindak. Pengalaman masa lalu bisa menjadi guru yang sangat efektif bagi kita untuk mengambil langkah ke depan. Ada yang bilang bahwa sejarah akan berulang, itu artinya kita berkesempatan untuk melihat hal yang pernah terjadi, kembali menimpa kita. Dengan guru yang efektif a.k.a pengalaman utawi sejarah, kita berkesempatan besar untuk menghindari hal buruk terjadi kepada kita dan menjadikannya kesempatan untuk belajar dari kesalahan serta menjadikannya peluang yang menguntungkan.

Malioboro, 7 Juli 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Palembang, Kota Yang Mengesankan

Musim penerimaan CPNS tahun anggaran 2021 membawa banyak berkah bagi saya. Dalam rangka proses rekrutmen tersebut, saya berkesem...