Minggu, 12 Januari 2020

Menikmati Kesendirian di Keramaian Malioboro

Sebagai pelengkap rangkaian catatan saat nonton konser Prambanan Jazz 2019 di Prambanan, kali ini saya tuliskan catatan lanjutan saat saya berada di Yogyakarta. Kali ini topik catatan adalah sendiri menikmati suasana keramaian di Malioboro. 
Malioboro Dan Keramaian
Malioboro merupakan salah satu tujuan wisata yang paling utama dan terpopuler di Yogyakarta. Hal ini terbukti dengan banyaknya wisatawan yang mengunjungi lokasi ini setiap hari. Tak terkecuali dengan hari itu, saat saya menghabiskan waktu menunggu jadwal kereta larut malam untuk kembali menuju ke Jakarta. 
Satu Arah di Malioboro
Menyusuri trotoar Malioboro selalu istimewa. Ada berbagai macam aktivitas di sana yang membuatnya seperti itu. Sebenarnya saya kurang tertarik berada di keramaian atau harus menerobos lalu lalang pengunjung yang padat. Saya lebih suka menikmati ketenangan suasana seperti yang ditawarkan di Kompleks Makam Raja-Raja Imogiri atau Candi Sewu. Namun demikian Malioboro menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Keriuhan pengunjung yang berbaur dengan penjaja dagangan dan penyedia jasa transportasi lokal tidak lantas menjadikan Malioboro ruwet dan semrawut. Justru keramaian ini menjadi terlihat seperti sesuatu yang unik dimana di sepanjang jalur Malioboro wisatawan bebas melakukan aktivitas yang ia inginkan seperti berbelanja souvenir, berbelanja oleh-oleh, menikmati wisata kuliner, berselfi ria atau sekedar menyusuri jalan sambil berbaur dengan pengunjung lainnya. Sepanjang yang saya lihat, raut muka wisatawan menyiratkan kebebasan, semacam kondisi tanpa tekanan. Dan hal itu yang menurut saya unik dari tempat ini. 
Titik 0 Kilometer

Tidak ada aktifitas khusus yang saya lakukan. saya menyusuri jalanan Malioboro menuju ke titik nol kilometer. Di tengah keramaian pengunjung pada masa akhir liburan, saya sendiri menikmati serunya keramaian itu. Bebas menentukan arah langkah kaki tanpa harus konsentrasi memikirkan sesuatu. Sesampai di titik nol kilometer, tepatnya di seberang gedung BNI, saya mengambil lokasi duduk yang strategis sambil memperhatikan aktifitas pegunjung di sekitar tempat tersebut. Seru juga aktifitas mengamati aktifitas orang ini.
Salah Satu Spot Terfavorit di Yogyakarta
Jika aktifitas memperhatikan aktifitas orang lain dianggap suatu hal yang sia-sia, maka pandangan tersebut tentu saja sangat mendiskreditkan para sosiolog. Tapi bukan berarti pula bahwa saya merupakan seorang sosiolog, saat itu saya benar-benar hanya sedang tertarik mengamati perilaku pengunjung yang kebetulan ada di sekitar saya. Dari aktifitas seorang pria yang bolak-balik minta foto diulang karena hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya, hingga seorang ayah yang sibuk mengawasi putrinya agar tidak hilang dari jangkauan pandangannya.
Menjelang Senja di Malioboro
Saat malam mulai menjelang, perut terasa lapar, menandakan perlunya asupan makanan ke dalam tubuh. Saya mellipir ke sebuah gang dan menemukan restoran ayam geprek yang memajang harga makanan dengan jelas. Bagi saya, resto ini merupakan pilihan yang masuk akal karena harganya sudah tertera dan rasanya tidak akan jauh dari ekspektasi saya.
Murah, Kenyang, Enak, Banyak.
Semakin malam, kawasan Malioboro semakin ramai. Pengunjung yang datang semakin banyak, menjadikan malam itu semakin seru. Sekali lagi saya melewati jalan menyusuri Malioboro untuk menuju ujung lain dimana Stasiun Tugu Yogyakarta berada. Dalam perjalanan balik ini, saya merangkum beberapa hal sebagai berikut:
  • Malioboro menerapkan sistem satu arah, dengan demikian, arus lalu lintas diharapkan menjadi tidak tersendat. Disiplin para pengguna jalan sudah cukup baik, karena pengendara sudah mematuhi aturan tersebut, termasuk para pengemudi delman dan becak motor.
  • Atraksi musisi jalanan. Bagi saya atraksi ini sangat khas sebagai keunikan Malioboro. Selalu menyenangkan melihat dan mendengar atraksi grup musik para seniman jalanan ini berlangsung. Sayangnya saat itu pengunjung terlalu banyak sehingga saya hanya bisa mendengarnya tanpa bias melihatnya dengan leluasa.
    Ra Kethok Artise
  • Pihak berwenang di Malioboro menerapkan larangan berjualan di trotoar. Dengan larangan ini, mobilisasi pengunjung menjadi semakin lancar karena tidak terhambat oleh adanya penjaja makanan. Satu hal yang saya salut dari petugas yang menegakkan aturan ini, mereka menggunakan pendekatan persuasif yang sopan kepada para penjaja makanan yang masih membandel yang menjual dagangannya di lokasi yang dilarang.
    Pendekatan Persuasif Kepada Padagang yang Bandel
  • Kekurangan toilet. Sebagai salah satu tujuan wisata yang paling populer, jumlah toilet yang tersedia di kawasan Malioboro menurut saya sangat tidak representatif. Selain jumlahnya minim, kualitas toilet yang tersedia juga kurang layak. Hal ini perlu menjadi concern dari pemerintah setempat demi kenyamanan wisatawan yang berkunjung.
  • Semakin banyak tenant popular. Dibandingkan dengan saat pertama kali saya mengunjungi kawasan ini sekitar 7 tahun yang lalu, saat ini semakin banyak tenant popular yang membuka gerai di kawasan ini. Gerai brand-brand ternama tersebut bersanding beradu dengan tenant-tenant lokal yang secara kekuatan modal lebih lemah. Jika tidak diantisipasi, kedepannya Malioboro bisa jadi akan berubah menjadi kawasan pedestrian dimana mayoritas pengunjung hanya memandangi gerai-gerai brand ternama dengan pengunjung-pengunjung necis di dalamnya.
  • Kesadaran wisatawan akan pentingnya kebersihan sudah mulai menunjukkan perkembangan positif. Hal ini didukung pula dengan langkah pemerintah setempat yang menyediakan tempat sampah pada beberapa titik strategis. Namun demikian, masih dengan sangat mudah dapat dijumpai adanya sampah yang dibuang dilokasi yang tidak semestinya. Semoga kedepannya, kesadaran pengunjung akan semakin meningkat.

Mempercantik Kota Membuat Syahdu Suasana

Semakin Peduli Kebersihan
Sendiri Di Tengah Keramaian Malioboro
Pada akhirnya, saya sangat menikmati saat saya melangkah sendiri menembus keramaian Malioboro. Ada sensasi tersendiri dimana saya bisa mendiskusikan apa yang saya amati dengan diri saya sendiri. Meninggalkan semua yang telah dilewati tanpa perlu menoleh kembali.

Malioboro, 7 Juli 2019



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kerkhof Peucut Aceh: Makam Putera Raja dan Kuburan Masal Warga Belanda pada Masa Kolonial

Aceh mempunyai banyak sekali lokasi wisata sejarah. Dari sekian lokasi wisata sejarah tersebut ada Kerkhof Peucut Aceh sebagai lokasi yang m...