Jumat, 04 November 2022

Menyaksikan Pertunjukan Teater Indonesia Kita dengan Judul Perempuan-Perempuan Pilihan

Sebelum ke inti dari tulisan ini, saya ingin mengetengahkan betapa media sosial melakukan sesuatu yang sangat revolusioner. Media sosial telah menjadi gebrakan baru dalam pola hubungan sosial. Selain menjadi alat komunikasi, media sosial juga dapat menjadi media iklan yang sangat efektif. Hal ini tercermin dalam contoh case dimana saya bisa mendapatkan informasi sebuah event, lengkap dengan penjelasan mengenai harga tiket dan pilihan tempat duduk yang tersedia. Luar biasa. 

Poster Resmi Pementasan Teater 
Dari media sosial pula saya mendapatkan informasi mengenai event teater Indonesia Kita yang akan mementaskan lakon Perempuan-Perempuan Pilihan di Taman Ismail Marzuki. Setelah melakukan riset sebentar berdasarkan data di internet, saya segera memesan tiket pertunjukan tersebut. Lagi-lagi melalui aplikasi di media sosial.
Antrian Penonton

Reputasi Indonesia Kita dalam menggelar pertunjukan teater sudah sangat baik. Ditambah dengan pendukung acara baik dari para pemeran, penata suara hingga musisi yang terlibat. Tidak heran jika tiket pertunjukan yang dilangsungkan selama dua hari ini terjual habis. Reputasi dan pengalaman tersebut menjadikan ekspektasi saya sangat tinggi terhadap pertunjukan ini, apalagi lakon ini dimainkan di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, sebuah gedung teater yang sangat megah. Tata letaknya saya kira tidak kalah dengan gedung teater di luar negeri. Susunan kursi dan tingkat dek penonton mengingatkan saya pada setting gedung teater yang ada di film-film Hollywood. Mengagumkan.

Di Dalam Teater Besar TIM 

Teater dengan judul Perempuan-perempuan Pilihan ini ditulis dan disutradarai oleh Agus Noor. Pementas pada lakon kali ini diantaranya adalah Dira Sugandi, Rieke Diah Pitaloka, Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Rosianna Silalahi,  dan Merlyn Sopjan. Adapun cerita dalam lakon ini mengisahkan tentang sebuah negeri yang semua penduduknya adalah perempuan. Mulai dari rakyat jelata hingga pembesar nya adalah perempuan. Seluruh negeri dalam keadaan aman dan sentosa dengan seluruh system sosial berlangsung dengan sangat baik.

Keadaan yang sebelumnya tenang menjadi terusik karena mulai banyak kasus dan adanya saling tuduh di antara penduduk. Dari sekian kasus yang muncul, kasus yang paling menggegerkan adalah desas desus hamilnya salah satu penduduk. Setelah berbagai upaya dilakukan untuk mencari kebenaran dan pihak yang bertanggung jawab atas isu tersebut, akhirnya diketahui ternyata terdapat banyak penduduk laki-laki yang menyamar menjadi perempuan. Cerita berakhir dengan diterimanya laki-laki dalam system sosial di negeri perempuan dengan syarat bahwa penduduk laki-laki harus patuh terhadap peraturan dan menghormati perempuan dalam kesetaraan.

Ada satu hal lagi yang menjadi catatan saya. Dalam sebuah sesi, Merlyn Sopjan yang merupakan transpuan melakukan monolog panjang tentang posisi “perempuan” yang selalu berada dalam posisi salah, lemah dan tanpa dukungan. Kata perempuan saya beri penekanan karena Merlyn Sopjan sejatinya merupakan seorang transpuan. Sepenangkapan saya, Merlyn juga menyiratkan bahwa tidak ada lembaga yang mau bahkan untuk sekedar mendengarkan keluhannya. Mereka dianggap bukan penduduk sebenarnya dan eksistensinya dihindari oleh banyak pihak. Mendengarkan langsung bagaimana monolog tersebut diucapkan dengan lantang, bagi saya merupakan wujud ekspresi Merlyn sebagai transpuan tentang bagaimana masyarakat memperlakukan kaumnya. 

Kembali ke pementasan teater, menurut saya teater ini sangat mengandalkan Cak Lontong dan Akbar serta Marwoto dalam menghibur penonton. Berkali-kali sentilan mereka membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal. Harus saya akui bahwa Cak Lontong merupakan performer yang sangat berkualitas dan cerdas.Berikutnya, pementasan ini banyak sekali menggunakan Bahasa Jawa dalam dialognya. Dilihat dari para penonton yang terdiri dari berbagai macam latar belakang, agaknya perlu diperhatikan agar bahasa mengurangi pemakaian Bahasa Jawa agar semua penonton dapat memahami semua percakapan yang dilakukan oleh para pementas. 

Para Pengisi Acara

Bagian lain yang tidak kalah penting dalam sebuah pertunjukan adalah tata vahaya dan tata suara. Untuk tata cahaya, pementasan ini sangat terbantu dengan tata cahaya yang sangat baik. Hal ini sedikit berbeda dengan tata suara yang seharusnya bisa dimaksimalkan. Suara drum yang tidak menggunakan bantuan pengeras suara alias murni, mungkin terdengar jelas di barisan kursi bagian bawah atau depan. Namun di bagian de katas atau di bagian belakang panggung suaranya akan kalah dengan suara instrument lain yang dibantu dengan tambahan peralatan suara.

Belum Sesuai Ekspektasi Saya

Secara umum, teater ini berjalan dengan baik. Namun harus saya akui kurang memenuhi ekspektasi saya terutama terkait alur cerita dan kurangnya unsur surprise dalam pementasan ini. Selain itu, saya merasa ada yang seharusnya bisa dimaksimalkan dalam pementasan ini, diantaranya tata suara, transisi antar setting lokasi dan dialog atau tektokan antar pemeran yang terkadang kurang smooth.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kerkhof Peucut Aceh: Makam Putera Raja dan Kuburan Masal Warga Belanda pada Masa Kolonial

Aceh mempunyai banyak sekali lokasi wisata sejarah. Dari sekian lokasi wisata sejarah tersebut ada Kerkhof Peucut Aceh sebagai lokasi yang m...