Berbicara mengenai museum di Aceh,
perhatian kita mungkin hanya akan tertuju pada museum Tsunami, Padahal ada lagi museum yang
menurut saya menampilkan koleksi dan pengetahuan yang tidak kalah jika
dibandingkan dengan Museum Tsunami. Museum yang saya maksud adalah museum Aceh.  | Rumoh Aceh di Kompleks Museum Aceh |
Museum ini terletak di Jalan Sultan
Mahmudsyah No. 10, Peuniti, Kec. Baiturrahman Banda Aceh. Akses museum ini
cukup mudah dijangkau karena masih masuk dalam wilayah Kota Banda Aceh. Untuk
masuk ke museum ini, pengunjung hanya perlu membayar Rp3.000 saja. Sangat murah
jika dibandingkan dengan kesempatan pengunjung untuk dapat melihat koleksi dan
pengetahuan yang dipunyai museum ini. Dikutip dari situs Museum Aceh, museum ini didirikan pada tanggal 31 Juli 1915 dengan nama
Atjeh Museum. Proses pendirian museum ini dipimpin oleh F.W.Stammeshous. Adapun peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Sipil dan Militer Jenderal Belanda H.N.A. Swart. Setelah Indonesia
merdeka, operasional Museum ini secara bergantian dikelola oleh Pemerintah Daerah
Tk. II Banda Aceh (1945-1969), Badan
Pembina Rumpun Iskandar Muda (Baperis) (1970-1975), Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1976-2002) dan saat ini dikelola dan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Aceh. Sampai
dengan tahun
2019, Museum Aceh memiliki jumlah koleksi mencapai 5.328 benda budaya dari berbagai jenis dan 12.445
buku dari berbagai judul yang berisi aneka macam ilmu pengetahuan. Kesan pertama saya saat memasuki area
museum ini adalah penataan yang rapi dan terawat serta megah. Ada beberapa
gedung dalam area museum ini dan nampaknya kesemua gedung tersebut dioptimalkan
penggunaannya.  | Rapi, Terawat dan Banyak Koleksi |
Salah satu bangunan yang menyita perhatian
saya adalah Rumoh Aceh. Bangunan ini merupakan bentuk rumah atau bangunan khas
aceh yang berukuran besar dan ditopang oleh kayu-kayu pada bagian bawahnya.
Rumoh Aceh memiliki karakteristik warna-warni yang mencolok perpaduan antara
warna dominan hitam serta motif warna merah dan kuning serta putih. Sayangnnya
waktu itu bangunan ini sedang dalam tahap renovasi sehingga pengunjung belum
dapat mengakses bagian dalam Rumoh Aceh ini. Beralih ke bangunan utama museum, ada ruang
pameran tetap yang terdiri atas beberapa bagian yakni Bustan Dunia, Bustan
Assalatin, Bustan Syuhada dan Bustan Budaya. Pada bagian Bustan Dunia
menginformasikan kekayaan alam dan fauna yang ada di Aceh. Ada banyak hewan dan
tumbuhan dari wilayah Aceh yang telah diawetkan yang dipamerkan di sini.  | Dimulai Dari Alam |
Bagian ke dua adalah Bustan Assalatin. Di
bagian ini diinformasikan mengenai keadaan Aceh pada masa kerajaan Aceh
Darussalam. Terdapat beberapa koleksi yang dipamerkan diantaranya maket
kerajaan dan wilayah sekitarnya, gambaran peta kerajaan, baju kebesaran Sultan,
replika cungkup makam sultan maupun pembesar kerajaan dan koleksi-koleksi
lainnya. Yang tidak boleh dilupakan adalah koleksi beberapa kitab yang
merupakan karya asli ulama Aceh maupun kitab terjemahan dari bahasa asing.
Koleksi kitab ini masih tersimpan dan terawat dengan baik di museum ini.  | Replika Makam |
 | Koleksi Kitab |
Di bagian lain pada Bustan Assalatin ini
ada koleksi gambar maupun foto Sultan dan Sultanah yang memerintah Kesultanan
Aceh Darussalam. Salah satu gambar Sultanah yang dipamerkan adalah Ratu
Safiatuddin yang menjadi Sultanah karena menggantikan suaminya yang wafat. Hal
ini sempat membuat kontroversi karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam.
Namun demikian Sultanah ini dapat memimpin kerajaannya dengan baik.
 | Timeline Sejarah Aceh |
Beralih ke lantai 3 atau Bustanul
Assyuhada, saya mendapatkan kesan bahwa museum ini sudah dikelola secara modern
dan sangat baik. Tampilan koleksinya sangat informatif dan membuat pengunjung
menjadi tertarik untuk mengeksplore baik koleksi maupun informasi yang
dikandungnya. Di bagian ke tiga dari gedung museum ini, dipamerkan koleksi
tentang foto-foto para tokoh dan pahlawan Aceh dalam perjuangan melawan
penjajah. Tidak hanya itu, dipamerkan pula senjata-senjata yang digunakan dalam
perang tersebut, baik senjata para pahlawan maupun para penjajah yang berniat
menguasai Aceh. Ada senjata berupa pedang, senapan maupun Meriam. Koleksi lain
pada Bagian ini adalah deretan para pahlawan wanita Aceh. Ada beberapa pahlawan
yang sudah sangat familiar bagi kita seperti Cut Meutia, Cut Nyak Dien dan
Laksamana Malahayati dan ada juga yang mungkin kita belum pernah mendengar
namanya seperti Tengku Fakinah (Ahli Benteng), Pocut Meurah Beheue (Panglima
Perang Lasykar Rakyat), Pocut Baren. Di sisi lain, ada juga foto-foto panglima
kolonial Belanda yang pernah menginvasi dan menjajah Aceh beserta dengan
deskripsi singkatnya. Beralih ke lantai paling atas dalam museum
ini adalah Bustan Budaya. Dalam bagian terakhir ini, dipamerkan kekayaan budaya
Aceh diantaranya benda-benda kerajinan, peralatan sehari-hari, perhiasan dan
pakaian khas Aceh. Di tempat pameran pakaian khas pernikahan ini saya baru
mengetahui bahwa di Aceh ada 7 etnis atau suku yang mendiami wilayah Aceh di
antaranya: Aceh, Tamiang, Singkil, Kluet, Gayo, Aneuk Jame, dan Aceh Tenggara.
Ragam pakaian khas Aceh ini sangat unik, berwarna-warni dengan corak yang penuh
makna.  | Koleksi Kerajinan dan Budaya Aceh |
 | Pakaian Adat dari Subetnis Aceh |
Dari lantai empat gedung pameran ini saya
melanjutkan explore museum ke gedung sebelah. Di depan gedung tengah ini
terdapat 4 maket Masjid Raya Baiturrahman dari masa ke masa. Mulai dari maket
pada saat Masjid baru berdiri hingga beberapa kali pemugaran dan terakhir
setelah masjid ini dilanda gempa dan tsunami dahsyat pada Tahun 2004. Sebenarnya masih ada satu lagi gedung
pameran yang ada di area museum ini, namun saat itu sedang tidak melayani
pengunjung karena sedang dilakukan penataan ulang. Semoga di lain kesempatan
ada waktu untuk explore lebih jauh museum ini.  | Sekilas Informasi Tentang Marsose dan Snouck Hurgronje |
Saya merasa beruntung karena bisa
berkunjung ke museum ini. Saya juga merasa gembira karena sejarah dan
peninggalan dari zaman yang telah lalu dapat diabadikan sehingga generasi
penerus dapat belajar dan menghargai sejarahnya. Semoga daerah-daerah lain juga
dapat membuat dan melestarikan museum semacam ini karena banyak generasi muda
yang tidak mengetahui sejarah dan peninggalan serta kekayaan budaya yang
berasal dari daerahnya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar