Rabu, 04 Desember 2024

Museum Aceh: Museum Yang Sangat Rekomended untuk Diexplore

Berbicara mengenai museum di Aceh, perhatian kita mungkin hanya akan tertuju pada museum Tsunami, Padahal ada lagi museum yang menurut saya menampilkan koleksi dan pengetahuan yang tidak kalah jika dibandingkan dengan Museum Tsunami. Museum yang saya maksud adalah museum Aceh. 

Rumoh Aceh di Kompleks Museum Aceh

Museum ini terletak di Jalan Sultan Mahmudsyah No. 10, Peuniti, Kec. Baiturrahman Banda Aceh. Akses museum ini cukup mudah dijangkau karena masih masuk dalam wilayah Kota Banda Aceh. Untuk masuk ke museum ini, pengunjung hanya perlu membayar Rp3.000 saja. Sangat murah jika dibandingkan dengan kesempatan pengunjung untuk dapat melihat koleksi dan pengetahuan yang dipunyai museum ini.

Dikutip dari situs Museum Aceh, museum ini didirikan pada tanggal 31 Juli 1915 dengan nama Atjeh Museum. Proses pendirian museum ini dipimpin oleh F.W.Stammeshous. Adapun peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Sipil dan Militer Jenderal Belanda H.N.A. Swart. Setelah Indonesia merdeka, operasional Museum ini secara bergantian dikelola oleh Pemerintah Daerah Tk. II Banda Aceh (1945-1969), Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (Baperis) (1970-1975), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976-2002) dan saat ini dikelola dan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Aceh. Sampai dengan tahun 2019, Museum Aceh memiliki jumlah koleksi mencapai 5.328 benda budaya dari berbagai jenis dan 12.445 buku dari berbagai judul yang berisi aneka macam ilmu pengetahuan.

Kesan pertama saya saat memasuki area museum ini adalah penataan yang rapi dan terawat serta megah. Ada beberapa gedung dalam area museum ini dan nampaknya kesemua gedung tersebut dioptimalkan penggunaannya. 

Rapi, Terawat dan Banyak Koleksi

Salah satu bangunan yang menyita perhatian saya adalah Rumoh Aceh. Bangunan ini merupakan bentuk rumah atau bangunan khas aceh yang berukuran besar dan ditopang oleh kayu-kayu pada bagian bawahnya. Rumoh Aceh memiliki karakteristik warna-warni yang mencolok perpaduan antara warna dominan hitam serta motif warna merah dan kuning serta putih. Sayangnnya waktu itu bangunan ini sedang dalam tahap renovasi sehingga pengunjung belum dapat mengakses bagian dalam Rumoh Aceh ini.

Beralih ke bangunan utama museum, ada ruang pameran tetap yang terdiri atas beberapa bagian yakni Bustan Dunia, Bustan Assalatin, Bustan Syuhada dan Bustan Budaya. Pada bagian Bustan Dunia menginformasikan kekayaan alam dan fauna yang ada di Aceh. Ada banyak hewan dan tumbuhan dari wilayah Aceh yang telah diawetkan yang dipamerkan di sini.

Dimulai Dari Alam

Bagian ke dua adalah Bustan Assalatin. Di bagian ini diinformasikan mengenai keadaan Aceh pada masa kerajaan Aceh Darussalam. Terdapat beberapa koleksi yang dipamerkan diantaranya maket kerajaan dan wilayah sekitarnya, gambaran peta kerajaan, baju kebesaran Sultan, replika cungkup makam sultan maupun pembesar kerajaan dan koleksi-koleksi lainnya. Yang tidak boleh dilupakan adalah koleksi beberapa kitab yang merupakan karya asli ulama Aceh maupun kitab terjemahan dari bahasa asing. Koleksi kitab ini masih tersimpan dan terawat dengan baik di museum ini. 

Replika Makam

Koleksi Kitab 

Di bagian lain pada Bustan Assalatin ini ada koleksi gambar maupun foto Sultan dan Sultanah yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam. Salah satu gambar Sultanah yang dipamerkan adalah Ratu Safiatuddin yang menjadi Sultanah karena menggantikan suaminya yang wafat. Hal ini sempat membuat kontroversi karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam. Namun demikian Sultanah ini dapat memimpin kerajaannya dengan baik.

Timeline Sejarah Aceh

Beralih ke lantai 3 atau Bustanul Assyuhada, saya mendapatkan kesan bahwa museum ini sudah dikelola secara modern dan sangat baik. Tampilan koleksinya sangat informatif dan membuat pengunjung menjadi tertarik untuk mengeksplore baik koleksi maupun informasi yang dikandungnya. Di bagian ke tiga dari gedung museum ini, dipamerkan koleksi tentang foto-foto para tokoh dan pahlawan Aceh dalam perjuangan melawan penjajah. Tidak hanya itu, dipamerkan pula senjata-senjata yang digunakan dalam perang tersebut, baik senjata para pahlawan maupun para penjajah yang berniat menguasai Aceh. Ada senjata berupa pedang, senapan maupun Meriam. Koleksi lain pada Bagian ini adalah deretan para pahlawan wanita Aceh. Ada beberapa pahlawan yang sudah sangat familiar bagi kita seperti Cut Meutia, Cut Nyak Dien dan Laksamana Malahayati dan ada juga yang mungkin kita belum pernah mendengar namanya seperti Tengku Fakinah (Ahli Benteng), Pocut Meurah Beheue (Panglima Perang Lasykar Rakyat), Pocut Baren. Di sisi lain, ada juga foto-foto panglima kolonial Belanda yang pernah menginvasi dan menjajah Aceh beserta dengan deskripsi singkatnya.

Beralih ke lantai paling atas dalam museum ini adalah Bustan Budaya. Dalam bagian terakhir ini, dipamerkan kekayaan budaya Aceh diantaranya benda-benda kerajinan, peralatan sehari-hari, perhiasan dan pakaian khas Aceh. Di tempat pameran pakaian khas pernikahan ini saya baru mengetahui bahwa di Aceh ada 7 etnis atau suku yang mendiami wilayah Aceh di antaranya: Aceh, Tamiang, Singkil, Kluet, Gayo, Aneuk Jame, dan Aceh Tenggara. Ragam pakaian khas Aceh ini sangat unik, berwarna-warni dengan corak yang penuh makna.

Koleksi Kerajinan dan Budaya Aceh

Pakaian Adat dari Subetnis Aceh

Dari lantai empat gedung pameran ini saya melanjutkan explore museum ke gedung sebelah. Di depan gedung tengah ini terdapat 4 maket Masjid Raya Baiturrahman dari masa ke masa. Mulai dari maket pada saat Masjid baru berdiri hingga beberapa kali pemugaran dan terakhir setelah masjid ini dilanda gempa dan tsunami dahsyat pada Tahun 2004.

Sebenarnya masih ada satu lagi gedung pameran yang ada di area museum ini, namun saat itu sedang tidak melayani pengunjung karena sedang dilakukan penataan ulang. Semoga di lain kesempatan ada waktu untuk explore lebih jauh museum ini. 

Sekilas Informasi Tentang Marsose dan Snouck Hurgronje

Saya merasa beruntung karena bisa berkunjung ke museum ini. Saya juga merasa gembira karena sejarah dan peninggalan dari zaman yang telah lalu dapat diabadikan sehingga generasi penerus dapat belajar dan menghargai sejarahnya. Semoga daerah-daerah lain juga dapat membuat dan melestarikan museum semacam ini karena banyak generasi muda yang tidak mengetahui sejarah dan peninggalan serta kekayaan budaya yang berasal dari daerahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penuh Rasa Syukur di Masjid Raya Baiturrahman Aceh

Alhamdulillah, Maha Besar Allah dengan segala kuasanya. Saya sangat bersyukur diberi kesempatan untuk bisa secara langsung menunaika...