| Warteg Terdekat Kini Tutup
|
Pagi ini warung makanan (yang lebih popular dengan
sebutan warteg, walaupun orangnya dari Pemalang) di dekat kosan saya tutup. Pemilik usaha warteg tersebut
pindahan ke Karawang, salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berlokasi di
sebelah timur Bekasi. Tutupnya warung ini berimbas pada saya yang harus
keluar lebih jauh untuk mencari makanan. Memang warung ini tidak menjadi
langganan tetap saya, namun warung ini lumayan bisa diandalkan jika saya
sedang malas mencari makan di lokasi lain.
Pemilik warung ini adalah pasangan suami istri
dengan satu anak kecil yang masih trantanan*. Dari tulisan di tembok
warungnya, pasangan ini berasal dari Pemalang, Jawa Tengah. Kemudian dari
nama warungnya, Tiga Putri, saya menaksir jika adik kecil anak pasangan ini
merupakan anak yang ketiga. Kemungkinan dia mempunyai dua orang kakak yang
masih tinggal di Pemalang.
Bertiga, mereka hidup dan menjalankan usaha di
sebuah warung berukuran sempit. Dalam kontrakan berukuran sempit ini sudah
include, etalase makanan, meja kecil dan dua buah kursi makan, kompor serta
peralatan masak, kamar mandi dan ruang tidur. Karena ukurannya yang sempit,
tidak banyak pelanggan yang akan menikmati makanan di dalam warung tersebut. Kebanyakan dari mereka membungkus makanan dan memakannya di kediaman masing-masing, seperti saya
yang lebih memilih untuk makan di kosan.
Karena menjadi pelanggan yang kesetiaannya
diragukan, saya lumayan merasa kehilangan atas eksistensi warung ini.
Walaupun tidak istimewa, rasa masakan di warung ini masih masuk kategori enak
di lidah saya. Selain itu harga makanan di warung ini adalah yang paling
murah dibanding warung-warung di sekitarnya. Enak, dekat, murah, gabungan faktor
penentu yang berkombinasi menjadi alasan saya untuk sering membeli makanan di
warung ini.
Saya belum sempat berdiskusi jauh dengan pasangan
pemilik warteg ini, mengenai alasan kepindahan mereka ke Karawang. Saya jadi
mengira-ngira tentang kemungkinan yang menjadi alasan mereka pindahan. Pertama,
lokasi yang kurang strategis. Warteg ini tidak berada di kawasan pemukiman
padat atau kawasan kos-kosan. Kebanyakan rumah di daerah sini adalah rumah berukuran relatif luas dengan pagar tinggi.
Kawasan seperti ini bagi saya tidak ideal untuk marketing warteg. Kedua, banyak
saingan. Pada sekitar bulan Januari, di ujung gang kosan saya ada sebuah
warteg yang baru dibuka. Tampilan warung ini lumayan bersih dan sajian yang
ada di etalasenya juga lebih variatif. Ketika saya melewati warteg baru ini hampir
selalu terlihat ada pelanggan yang sedang menikmati hidangan yang disajikan. Warung
baru ini menambah persaingan antar warteg menjadi lebih ketat karena dalam
radius 100 meter ada empat warteg yang buka layanan. Ketiga, waktu kontrak sudah
habis dan harga kontrakannya relatif mahal. Kemungkinan ini sangat mungkin
terjadi karena harga sewa bangunan atau kontrak di Jakarta memang terkenal
mahal. Dengan ongkos produksi yang tidak sebanding dengan penghasilan yang
diperoleh, maka keputusan yang lebih realistis adalah mencari lahan jualan baru
yang mempunyai potensi lebih baik.
Kondisi pemilik warteg di atas adalah salah satu
contoh betapa Jakarta merupakan kota yang keras. Tidak semua orang sanggup
bertahan atas kerasnya kondisi dan persaingan di kota ini. Bagi yang sanggup dan
masih bertahan, bisa jadi kesanggupannya tersebut merupakan sebuah keterpaksaan
atas keadaan. Keterpaksaan yang seringkali dijalani bukan untuk mencari
kebahagiaan, namun hanya sekedar bertahan hidup.
Kembali ke keluarga kecil pemilik warteg yang telah
banyak berjasa pada saya, saya hanya bisa berdoa dan berharap semoga nantinya
mendapatkan rezeki yang banyak dan kondisi yang lebih baik di tempat baru. Aamiin.
|
BalasHapusIONQQ menyediakan pelayanan terbaik dan bisa di percaya
ayo segera bergabung bersama kami
WA : +855 1537 3217