Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan sekitarnya mempunyai banyak sekali
lokasi wisata yang bisa dikunjungi. Salah duanya adalah Ranu Pane dan Ranu Regulo. Blog kali ini adalah pengalaman saya mengunjungi
tempat tersebut beserta sedikit cerita saat menjangkau dan meninggalkan lokasi tersebut. | @Ampitheater Ranupane |
Perjalanan ini saya lakukan pada
tanggal 5 Januari 2023 dan dimulai pada pukul 08.25 dari rumah saya di Turen.
Dalam perjalanan ini saya ditemani oleh teman saya di desa, Dani namanya. Namun
tidak sejak awal perjalanan dia menemani saya, karena kami ketemu di salah satu
Indomaret di daerah Poncokusumo. Ini adalah pertama kalinya saya naik
motor ke kawasan Bromo Tengger Semeru. Saya berekspektasi untuk dapat menikmati
perjalanan dan menyaksikan pemandangan di sepanjang jalan dengan nyaman. Namun
tidak semua ekspektasi saya dapat terwujud di antaranya karena hal-hal sebagai
berikut: Pertama adalah jalan yang
berkelok-kelok tajam serta kontur naik turun serta kanan kiri jurang khas
kawasan pegunungan. Kondisi jalan seperti ini membutuhkan konsentrasi yang
sangat tinggi karena apabila pengendara tidak waspada bisa fatal akibatnya.
Dengan kondisi tersebut, dalam perjalanan ini saya harus sepenuhnya konsentrasi
agar tidak sampai terjadi kecelakaan. Seharusnya untuk perjalanan seperti ini,
kecepatan kendaraan tidak boleh melebihi batas, namun demikian rekan saya
memacu kendaraannya dengan kencang bahkan setelah beberapa kali saya
mengingatkannya untuk melambatkan laju motornya. | Budal Moleh Slamet |
Kondisi berikutnya adalah banyaknya
bekas longsor atau lumpur yang masih menyisakan bekasnya di jalan raya.
Material sisa longsor ini tentu saja berbahaya karena membuat licin dan bisa
membuat celaka pengendara yang tidak waspada. Banyaknya titik lumpur di jalan
ini salah satunya karena banyaknya pepohonan yang ditebang untuk keperluan
pertanian dan perkebunan. Dengan berkurangnya pepohonan, maka berkurang pula
halangan alami untuk dapat menahan air hujan dan imbasnya air hujan dan lumpurnya
mengalir bebas ke jalan. Dua hal tersebut membuat saya tidak
bisa sepenuhnya menikmati pemandangan hamparan pemandangan menghijau dan kontur
pegunungan yang luar biasa indahnya. Saya harus lebih mengutamakan keselamatan sambil sesekali menikmati keindahan di sepanjang perjalanan. | Alih Fungsi Lahan Dari Hutan Menjadi Lahan Pertanian |
Titik pertama pemberhentian perjalanan
kami adalah view Ngadas. Di tempat ini terdapat lokasi seperti patung jari
dengan latar belakang kawasan perbukitan dengan udara yang cukup dingin dan
menyegarkan. Saya agak kurang excited dengan lokasi ini karena sebagian besar kawasan perbukitan di
tempat ini sudah menjadi lahan pertanian. Kami hanya singgah singkat di tempat
ini untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke titik kedua yakni View Njemplang.
Di lokasi ini pengunjung bisa menyaksikan pemandangan lembah
teletubbies yang diapit tebing dan kaki gunung. View Njemplang merupakan
salah satu titik yang popular di Kawasan BTS. Saat itu kami kurang
beruntung karena cuaca tiba-tiba berubah drastis. Dalam waktu singkat lembah
teletubbies yang awalnya masih bisa dilihat jelas, tiba-tiba tertutup kabut
tebal dan menghalangi pemandangan kami. | Njemplang View Sebelum Kabut Merangsek |
Dari Njemplang, kami menuju ke lokasi
tujuan utama kami, yakni Ranupane dengan durasi waktu tempuh kira-30 menit dari
Njemplang. Desa Ranupane merupakan sebuah desa yang masuk dalam kecamatan
Senduro Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Walaupun terletak jauh di kawasan
pegunungan di desa ini sudah tersedia fasilitas dasar seperti sekolah, rumah
ibadah, dan homestay. Di Ranupane, kami menitipkan kendaraan di rumah teman
Dani untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke Danau Ranupane dengan
berjalan kaki. Danau Ranupane bagi saya mengingatkan
pemandangan selayaknya danau-danau di Swiss atau Austria. Danaunya tenang dan
bersih dengan view pegunungan dan hamparan pepohonan walaupun di sebagian lain
pepohonan tersebut telah menjadi kawasan pertanian. | Swiss van Semeru |
| Swiss van Semeru |
| Swiss van Semeru |
Di salah satu sudut danau ini terdapat
sebuah amphiteather. Lokasinya sangat strategis untuk penyelenggaraan acara
kebudayaan maupun acara semacam festival musik. Hal ini karena latar belakang
dari amphiteather ini adalah danau yang luas dan pigura alam yang
melengkapinya. Setelah beberapa saat mengabadikan
pemandangan dari ampi teather, saatnya kini menuju ke danau kedua di area ini. Ada
jalan paving yang tertata rapi untuk ke lokasi ini. Di sepanjang jalan kita
bisa menyaksikan keindahan alam luar biasa dalam suasana syahdu. Perpaduan
antara danau, pegunungan, pepohonan dan jalan setapak merupakan kombinasi
istimewa dari Danau Ranu Pane. Yang tidak bisa digambarkan di dalam blog ini
adalah betapa cuaca sejuk dan angin semilir serta formasi awan tebal di tempat
ini menyeruakkan sensasi menenangkan. | Menuju Ranu Regulo |
Danau kedua yang saya tuju adalah Ranu
Regulo. Waktu tempuhnya kira-kira 5 menit dengan berjalan kaki dari ujung Ranu
Pane.Setelah sebelumnya kagum dengan pemandangan Ranu Pane, kini saya lebih
kagum lagi dengan pemandangan di area ini. Walaupun secara ukuran lebih lecil,
namun Ranu Regulo memberikan suasana yang lebih menenangkan dan menenteramkan. Hal
ini karena kontur perbukitan yang mengelilinginya masih terjaga kelestariannya. | Menenangkan |
Di kawasan Ranu Regulo telah tersedia toilet, beberapa gazebo, taman-taman
kecil, dan area yang cukup luas untuk mendirikan tenda. Saya melihat bahwa area
ini memang diperuntukkan bagi pecinta alam yang ingin lebih lama menikmati
pemandangan dan suasananya. Selain itu, area ini juga cocok bagi pecinta
fotografi karena ada beberapa spot yang bisa dieksplore dan diabadikan dalam gambar
kamera. Salah satu spot yang kudu dimanfaatkan di lokasi ini adalah dermaga
tanpa kapal atau jembatan putus. Di spot ini pengunjung bisa mengabadikan
moment dengan latar belakang danau dan kawasan pegunungan. Jika cuaca dan
waktunya tepat, gambar/foto yang diabadikan pastinya sangat memukau. Sayangnya
siang itu cuaca mendung dengan tanda-tanda hujan akan turun. Sehingga gambar
yang saya dapat kurang dapat momen yang sesuai harapan. | Ranu Regulo |
| Ranu Regulo |
| Ranu Regulo |
Sekembali dari Ranu Regulo, baiknya
mencoba mencicipi jajanan di sekitaran Ranu Pane. Rasanya tidak mengeceawakan
dan yang peling penting, harganya murah. Ada beberapa menu yang bisa dicoba,
salah satunya adalah bakso dan gorengan. Menikmati bakso hangat dan gorengan
dalam cuaca sejuk cenderung dingin adalah suatu kenikmatan. Apalagi ditambah
dengan obrolan bersama para warga local. Suasananya gayeng penuh keakraban. Selepas menikmati bakso, kini saatnya
kembali melewati jalanan berkelok dan curam untuk kembali pulang ke rumah.
Berbeda dengan perjalanan berangkat yang masih dalam kondisi terang, pada saat
pulang ini kondisi perjalanan sangat berbahaya. Angin bertiup kencang, hujan
sesekali turun dan yang paling berbahaya adalah kabut tebal yang membatasi
jarak pandang. Kami sempat berhenti sejenak di
Njemplang untuk menyaksikan bahwa panorama lembah bukit teletubbies sama sekali
tidak bisa disaksikan, tertutup oleh kabut yang sangat tebal. Bagi saya suasana
seperti ini lumayan membuat ngeri jika dipaksakan untuk melanjutkan perjalanan.
Namun karena Dani meyakinkan untuk tetap melaju, sayapun memberanikan diri
untuk tetap memacu motor. Mengendarai motor dalam keadaan seperti ini
memunculkan sensasi yang membuat saya bergidik, karena jarang sekali saya
menemui kondisi seperti ini, kondisi dimana terjadi perpaduan antara cuaca
dingin, hujan, kabut tebal, kontur jalan yang membutuhkan konsentrasi tinggi,
serta pemandangan yang tertutup kabut. Mengendarai motor dalam kondisi seperti
itu tentunya harus ekstra hati-hati. Beberapa kali saya harus menekan tuas rem
dalam-dalam dan durasi lama untuk mengendalikan laju motor saat menuruni jalan yang
curam dengan tikungan tajam diujungnya. Saya juga harus memperhitungkan maneuver
saya dalam melahap tikungan terutama di titik blidspot agar tidak terlalu
melebar dan melewati batas marka yang tentunya berisiko tinggi untuk
bertabrakan dengan kendaraan dari arah berlawanan atau bahkan masuk jurang. | Healing Sambil Memacu Adrenalin |
Syukurlah
pada saat mencapai daerah Gubuk Klakah, cuaca sudah normal kembali dan saya
bisa memacu kendaraan dengan kencang. Hamdan liLlah karena saya bisa sampai di
rumah dalam keadaan selamat setelah menempuh perjalanan yang cukup memorable.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar