Dalam opini saya, Kabupaten Buton Utara merupakan
kabupaten yang kondisi daerah serta sarana dan prasarananya relatif
tertinggal dibanding kabupaten-kabupaten lain di Sulawesi Tenggara. Opini ini
adalah hasil pengamatan singkat saya setelah melakukan penugasan ke
kabupaten-kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu 2011 hingga 2016. | Dermaga Bone Kulisusu Buton Utara
|
Kabupaten ini merupakan
hasil pemekaran dari kabupaten Muna. Hal ini
merupakan sesuatu yang unik karena walaupun secara geografis lokasi wilayah
ini berada di pulau Buton, namun secara administratif masuk dalam wilayah
kabupaten Muna, dimana kabupaten Muna ini sebagian besar wilayahnya berada di
pulau Muna. Ada hal unik juga, kalau tidak mau dibilang kontroversi, terkait
ibukota kabupaten ini. Secara legal formal berdasarkan amanat undang-undang,
ibukota kabupaten ini berlokasi di Buranga. Fakta di lapangan, saat saya
terakhir bertugas ke kabupaten ini pada tahun 2015, aktifitas perkantoran
pemerintahan masih beroperasi di Ereke. Terdapat tarik menarik kepentingan
dan perebutan pengaruh terkait dengan pendefinitifan lokasi ibukota kabupaten
ini. Bagaimanapun prosesnya, saya berharap semoga dapat diperoleh penyelesaian
yang terbaik. | Proses Pembangunan Stadion Buton Utara
|
Saya bertugas ke Kabupaten ini sebanyak empat
kali, baik dalam rangka pemeriksaan maupun penugasan lain.
Salah satu momen yang masih saya ingat dari kabupaten ini adalah pada saat
melakukan sampling audit ke kabupaten ini. Pada saat melakukan pengambilan
sampel urukan jalan, turunlah hujan yang sangat deras. Hujan deras tersebut
tidak menyurutkan langkah kami untuk mendapatkan sampel sebagai rangkaian
pengumpulan bukti audit. Ada juga momen ketika akhirnya kami tidak
melaksanakan sholat jumat karena lokasi pengambilan sampel berada di tengah
hutan dan jauh dari pemukiman penduduk. | Sebelum Merapat di Dermaga Wa Ode Buri
|
Lokasi kabupaten ini cukup jauh dari Kendari. Ada beberapa alternatif transportasi yang bisa
digunakan untuk menuju ke kabupaten ini dari Kendari dan kesemuanya harus
menggunakan kapal baik kapal kayu, kapal feri maupun kapal express. Masing-masing
moda transportasi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kapal kayu
Aksar Saputra merupakan kapal paling populer karena tiketnya murah namun durasi
perjalanannya cukup lama yakni lima jam. Moda kapal berikutnya, kapal
express, membutuhkan waktu perjalanan yang lebih singkat namun harga
tiketnya lebih mahal. Adapun jalur kapal feri membutuhkan waktu yang lebih
lama, karena harus menggunakan kendaraan darat terlebih dahulu sebelum
melintasi selat Buton tepatnya dari pelabuhan Amolengo-Labuan dan kemudian
dilanjutkan lagi dengan kendaraan darat menuju ke Ereke. | Kondisi Dalam Kapal Kayu KM Aksar Saputra
|
| 5 Jam Dalam Perjalanan yang "Mengesankan" |
Bagi saya, moda transportasi yang paling berkesan
adalah kapal kayu Aksar Saputra rute Kendari Ereke Wanci. Kapal kayu
berukuran besar ini sanggup menampung penumpang dalam jumlah yang besar
sekaligus membawa logistik keperluan pokok hingga kendaraan bermotor roda
dua. Pengalaman pertama menggunakan kapal ini merupakan sebuah keterpaksaan
karena saat itu ombak laut banda sedang dalam kondisi ganas sehingga
membahayakan pengoperasian kapal express. Walhasil perjalanan kapal saat itu
sangat “seru” karena kondisi ombak sedang tidak bersahabat dan kondisi kapal
juga cukup memprihatinkan. Tidak ada AC, minim tempat duduk, berisik suara
mesin kapal dan sekaligus asap mesin yang menyesakkan. Dari lima jam durasi
perjalanan, sekitar 4 jam lebih merupakan mode terombang-ambing karena arus
laut sangat kuat dan tidak bersahabat. | KM Aksar Saputra dari Kejauhan
| Untungnya pada kali kedua saya dengan
kapal kayu Aksar Saputra ini, pengalaman yang saya rasakan lebih manusiawi.
Saya bisa memesan kamar “VIP” dimana saya mendapatkan tempat yang lebih layak
selama perjalanan. Kamar VIP ini bisa ditebus dengan tambahan tiket sebanyak
50 ribu. Lumayan, setidaknya saya bisa lebih nyaman selama dalam perjalanan.
Di perjalanan kedua ini saya juga dapat menyaksikan keindahan alam berupa
perpaduan arus laut yang kuat, tepian pantai, rimbunnya pepohonan yang
menyelimuti kontur perbukitan dan cuaca mendung yang dramatis. Tak lupa pula
angin laut saat itu juga sangat kencang. Perpaduan anugerah alam yang luar
biasa untuk sebuah perjalanan dinas yang biasa saja. | Laut Banda dan Sisi Utara Pulau Buton dari atas KM Aksar Saputra |
Moda berikutnya yang juga berkesan adalah kapal cepat
MV Sagori Express. Pada saat saya masih bertugas di Sulawesi Tenggara, kapal
ini tidak beroperasi jika suasana kebatinan laut sedang tidak menunjukkan
persahabatan. Dengan kata lain, pada musim tertentu ketika ombak laut
mencapai level membahayakan, kapal cepat ini tidak beroperasi. Selain itu,
operasional kapal ini pernah dijadwalkan berangkat dua hari sekali. Sehingga
para penumpang yang ada urusan dinas atau bisnis, harus pandai-pandai
mengatur jadwal sebelum menuju ke kabupaten ini. Jika urusan bisa
diselesaikan dalam sehari, maka keeseokan harinya bisa menggunakan kapal yang
sama untuk kembali ke kendari. Namun
jika bisnis atau dinas selesai dalam dua hari, maka terpaksa harus menunggu
sampai 3 hari lagi sampai dengan jadwal kapal kembali ke Kendari. | Lansekap Pulau Buton dan Laut Banda
|
| View from a Wooden Window
|
Ereke yang secara de facto menjadi Ibukota
Kabupaten merupakan wilayah yang relatif sepi. Hal ini terlihat dari jumlah
pemukiman penduduk yang tidak sepadat ibukota kabupaten lain di wilayah
Sulawesi Tenggara. Begitu juga dengan kondisi pusat perekonomian di kota ini,
tepatnya di pasar Ereke. Jumlah kios relatif sedikit serta aktifitas jual
beli juga terlihat kurang semarak. Bangunan pasar serta kawasan berjualan
menurut saya masih kurang representatif. Namun demikian, saya pernah membeli
dan merasakan semangka terenak di pasar ini. Semangka yang dibudidayakan oleh
transmigran asal pulau Jawa ini mencapai kematangan yang optimal dibawah
cuaca panas menyengat di Buton Utara. Ukuran semangka tersebut sangat besar.
Yang menakjubkan menurut saya adalah teksturnya dan rasanya yang manis
sempurna. Saking enaknya hingga saya menghabiskan sendiri setengah dari
semangka berukuran besar tersebut.
Fasilitas jalan raya di sekitar wilayah Ereke
sudah mulai meningkat dari sisi kuantitas. Jaringan jalan yang kualitasnya
cukup baik ini membentang di sepanjang jalur-jalur utama kota dan di kawasan
perkantoran pemerintahan. Adapun fasilitas yang menjadi kendala untuk
kemajuan wilayah ini menurut saya adalah keterbatasan jaringan komunikasi
nirkabel. Pada saat pertama kali ke Ereke, sinyal peralatan telekomunikasi
sangat terbatas. Untungnya, pada saat terakhir saya ke Kabupaten ini
kondisinya sudah cukup baik, sinyal sudah mulai kuat. Masih ada lagi kendala
yang cukup mengganggu yakni aliran listrik sering terputus. Aliran listrik
merupakan kebutuhan vital bagi perkembangan perekonomian dan pemerintahan
suatu daerah. Jika kondisi ini masih berlanjut, maka kerugian masyarakat
akibat terputusnya aliran listrik ini akan cukup besar.
Beralih ke fasilitas akomodasi, di Ereke terdapat
sebuah hotel yang layak huni yakni HB Beach Hotel. Fasilitas yang disediakan
dan pelayanan yang diberikan sudah cukup bagus untuk sekelas kabupaten Buton
Utara. Hotel dua lantai ini cukup megah dengan ukuran kamar yang lega.
Pemandangan belakang hotel ini juga mengesankan, karena langsung menghadap ke
pantai dengan diselingi rimbunnya pepohonan kelapa. Pantai ini pun juga
istimewa karena kalo sore bisa dipakai buat menyaksikan indahnya senja. Walaupun
hotel ini representatif, saya pernah merasakan blackout semalaman di hotel
ini. Pihak hotel tidak sanggup menyalakan genset karena bahan bakarnya tidak
tersedia. Gerahnya lumayan. | Pemandangan Sisi Belakang Hotel HB Beach Ereke
|
Untuk lokasi kuliner, bagi anda yang mudah merasa
bosan, maka kota ini bukan lokasi yang rekomended untuk anda kunjungi. Hal
ini dikarenakan jumlah restoran atau tempat wisata kuliner yang jumlah dan
variasinya masih terbatas. Beberapa warung makan yang masih saya ingat adalah
warung sate Madura dan restoran sup ikan di dekat dermaga Kulisusu yang
pelayanannya menguji kesabaran customernya. | Salah Satu Warung Makan di Ereke Buton Utara
|
Salah satu tempat dan suasana yang mengesankan
dari Buton Utara adalah jajaran dermaga kayu di sepanjang pesisir pantai.
Dari jajaran dermaga tersebut ada satu yang paling menonjol baik dari segi
ukuran dan bangunannya yakni Dermaga Bone. Pantai dan dermaga ini relatif
sepi, menenangkan, dan menyamankan. Saya dua kali berkesempatan menyaksikan
senja yang menakjubkan di tempat ini. Yang masih saya ingat adalah betapa
saya sangat menikmati perpaduan keindahan alam yang luar biasa pada suatu
senja berupa momen menggelapnya cakrawala, awan yang berarak, laut yang
tenang dan diselingi bisikan bebunyian alam. Benar-benar merupakan momen yang
istimewa bagi saya. | Ray of Light di Buton Utara
|
| Senja di Dermaga Bone Ereke
|
| Senja di Dermaga Bone Ereke
|
| Senja di Dermaga Bone Ereke
|
Selain
pemandangannya yang seru, jangan lupa untuk mengunjungi lokasi wisata kuliner
ikan asap di sekitar dermaga ini. Berwisata kuliner di tempat ini selain
dapat menikmati sajian nikmat ikan asap dipadu dengan sambal pedas yang
mantap, kita juga dapat berinteraksi dengan warga setempat yang ramah dan
sangat bersahabat. | Tempat Wisata di Buton Utara
|
Berkunjung ke suatu lokasi yang jauh dan
terpencil tidak akan membuat wawasan kita menjadi kerdil, justru pengalaman
ini bisa memperkaya khasanah pengetahuan kita akan budaya, kondisi geografis,
kondisi sosial kemasyarakatan dan permasalahan yang sedang dihadapi saudara
kita nun jauh di sana. Tanpa blusukan langsung ke wilayah terpencil, mindset
kita mungkin tidak akan peduli dengan permasalahan dan urgensi kebutuhan
mereka. Dan nampaknya, banyak di antara kita yang hanya memikirkan kepentingan
diri sendiri.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar